Selasa, 07 Juni 2011

Percaya dengan Data KTP?

Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah bukti diri atau identitas kita yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Mau buka rekening di bank butuh KTP. Mau buat surat izin mengemudi butuh KTP. Mau buat paspor butuh KTP. Kenapa KTP? karena KTP memuat berbagai macam informasi yang diperlukan untuk mengenal seseorang secara hukum.
Proses administrasi pembuatan sebagai bukti diri yang otentik tidak dilaksanakan dengan prinsip-prinsip hukum. Data yang tertera pun tidak disandarkan pada bukti hukum yang pasti. Nama dan Kelahiran dicerminkan secara otentik dari Akta Kelahiran. Status Kewarganegaraan dan Perkawinan disuratkan secara otentik oleh Akta Perkawinan atau Surat Nikah. Pekerjaan oleh surat keterangan kerja atau perizinan usaha. Data pendukung yang tidak tersedia mengakibatkan data KTP tidak semuanya akurat.
Apa akibatnya jika seseorang dapat memiliki banyak KTP dengan nama yang berbeda meskipun secara de facto adalah orang yang sama? Penyalahgunaan. Jangan heran jika di berita sering mendengar si A alias si B alias si C. Tidak pasti siapa sebenarnya orang yang dimaksud karena identitasnya tidak akurat/pasti.
Dengan KTP yang banyak orang juga dapat membuat Kartu Kredit lain meskipun telah masuk daftar hitam Bank Indonesia. Si "A" kelahiran "A" alamat "A" berdasarkan KTP "A" yang telah memiliki catatan buruk di Bank A tetap dapat dapat menikmati fasilitas perbankan di Bank "B" dengan mengunakan KTP "B" dengan nama, kelahiran dan alamat "B". Padahal "A" dan "B" merupakan subjek hukum yang sama.
Sesama "abdi" masyarakat pun tidak percaya atas keotentikan KTP. Saya pernah membaca berita tentang razia penyakit masyarakat yang biasa dilakukan menjelang hari raya keagamaan tertentu. Saat razia, petugas meminta surat nikah atau akta perkawinan karena data di KTP tentang status perkawinan tidak dapat dipercaya. Saya pun sering memproses dokumen legalitas yang mendapatkan tidak memiliki surat nikah atau perkawinan meskipun di Kartu Keluarga maupun KTP tertulis "menikah".
Maklum juga jika semuanya serba tidak akurat karena petugas-petugas tidak semuanya mengerti hukum. Padahal mereka bekerja dan mengabdi kepada negara yang berdasarkan hukum menurut Undang-undang Dasarnya. Jika suatu notaris yang baik hendak membuat dokumen hukum banyak permintaannya. Tapi jika petugas hendak membuat dokumen hukum banyak juga "permintaannya".
Saat elektronik KTP (e-KTP) diterapakan hendaknya tidak seperti saat ini. Data e-KTP dibuat memang berdasarkan dokumen pendukung otentik, agar tertib administrasi ini dapat juga memberikan efek baik bagi dunia perbankan (ekonomi) dan hukum. Jika data yang diberikan "sampah" maka hasilnya pun "sampah".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar