Jumat, 30 Agustus 2013

Kejadian Penjebakan Polisi

Sekitar pukul 14:00 WIB, saya hendak mengunjungi kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Palembang di Jalan Kapten A. Rivai. Dari arah Kantor Gubernur Sumatera Selatan saya harus berbalik arah untuk sampai tujuan. Driver mobil yang mengantar saya, pada saat di lampu merah di persimpangan setelah jalan Batu Itam langsung memutar balik pada saat lampu hijau. Padahal di sana terpampang rambu dilarang memutar balik. Benar saja, seorang polisi langsung keluar dari belakang mobil yang sedang terparkir di deretan ruko di seberang Jalan Batu Itam. Seorang polisi langsung meminta Surat Izin Mengemudi driver saya sambil mengatakan "Pak melanggar rambu dilarang putar balik". Driver saya langsung mengeluarkan uang sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu Rupiah). Saya tidak dapat melihat secara pasti nama polisi tersebut karena beliau langsung kembali ke belakang kendaraan yang terparkir sambil mengeluarkan kertas buku blanko. Tubuh polisi itu cukup gendut, dan beliau mengenakan pelindung bahu bertuliskan "GATRA" serta masih tetap menggunakan helm. Tidak sampai 1 menit driver saya kembali dan kami pun melanjutkan perjalanan

Dari kejadian ini saya melihat bahwa seorang penegak hukum tidak melakukan tugas yang seharusnya diberikan kepadanya. Seorang polisi lalu lintas seharusnya mengatur lalu lintas. Persimpangan jalan dan lampu merah merupakan potensi pengendara tidak tertib. Dengan hadirnya polisi setidaknya dapat meningkatkan kepatuhan terhadap hukum. Ada tertulis bahwa polisi sebagai hukum, dimana orang akan mentaati hukum jika ada polisi yang hadir. 

Selain itu saya juga melihat bahwa polisi ini telah membiarkan suatu pelanggaran hukum terjadi. Kembali, selaku penegak hukum, polisi seharusnya dapat menekan angka pelanggaran lalu lintas. Sipil yang membiarkan suatu pelanggaran hukum terjadi adalah suatu kesalahan, apalagi hal ini dilakukan penegak hukum yang merupakan tugasnya mencegah terjadinya suatu pelanggaran hukum

Terakhir dari sisi polisi, beliau telah melanggar sumpah yang telah diucapkannya sebelum menjadi polisi, bahwa tidak akan menerima pemberian apapun dari pihak lain. Sumpah itu diucapkan di hadapan Tuhan Allahnya akan tetapi dilanggar begitu saja. Polisi ini menurut saya telah menista agamanya sendiri. Beliau menghina agamanya yang seharusnya ditaati dan dijunjungnya. Bayangkan hukum Ilahi dengan mudah dilanggarnya apalagi hukum duniawi.

Dari sisi driver biar bagaimana pun telah melakukan pelanggaran hukum dan tentunya ada hukuman baginya. Berkurangnya uang di dompetnya adalah hukum yang saya rasa sedikit cukup membuat jera. Beruntung pelanggaran hukum itu tidak memakan korban jiwa hanya berkurangnya uang untuk malam mingguan

Pesan moral dalam kejadian ini, jika jadi penegak hukum lakukanlah yang seharusnya sebagai pembelajaran bagi masyarakat luas tentang apa dan bagaimana hukum itu sebenarnya. Jadi pengendara, berkendaralah sesuai rambu-rambu lalu lintas niscaya akan terhindar dari berkurangnya uang di dompet.

Jumat, 23 Agustus 2013

Pengalaman Perpanjangan SIM di Mobil Keliling

Sesaat sebelum kita ulang tahun kita diberikan kado oleh pemerintah untuk bersibuk-sibuk sedikit dengan mengurus legalitas dan perizinan pribadi kita. Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah legal document yang jatuh temponya bertepatan dengan ulang tahun kita. Untungnya paspor tidak jatuh tempo pada hari ulang tahun kita juga. Kebetulan tahun ini SIM untuk kendaraan roda dua saya jatuh tempo sehingga saya harus melakukan perpanjangannya sesaat sebelum saya ulang tahun. Pengurusan perpanjangan sedianya dilakukan pada Polresta Palembang di kawasan Jakabaring, Seberang Ulu, Palembang. Akan tetapi pelayanan ini dapat juga dilakukan pada mobil SIM Keliling yang tersebar pada titik tertentu dan jam tertentu. Jadwal mobil SIM Keliling tidak dapat dipastikan, tergantung situasi dan kondisi yang ditentukan oleh polisi. Untuk dapat mengetahui waktu dan tempat pelayanan mobil SIM Keliling kita dapat menghubungi nomor 081386999493.


Sebelum saya melakukan perpanjangan SIM, saya menghubungi nomor tersebut untuk menanyakan persyaratan dan biaya. Seorang pria di ujung telepon memberikan informasi untuk membawa fotocopy KTP yang masih berlaku sebanyak 2 (dua) lembar, pasfoto berwarna ukuran 3x4 sebanyak 1 (satu) lembar dan biaya sebesar Rp. 105.000,- (seratus lima ribu Rupiah). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2010, tertulis biaya perpanjangan SIM C hanya sebesar Rp. 75.000,- (tujuh puluh lima ribu Rupiah). Pelayanan SIM Keliling hari Jumat berlangsung dari pukul 09.00 WIB sampai dengan 11.00 WIB dilanjutkan dari jam 14.00 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB di Kawasan Kambang Iwak depan rumah makan Bumbu Desa.

Setiba di sana sekitar pukul 14.10 WIB, sudah banyak orang yang mengerumuni mobil Pelayanan SIM Keliling. Setelah menyerahkan semua berkas yang diberikan saya menunggu untuk dipanggil. Seorang bapak berjaket keluar dari mobil tersebut dengan membawa SIM perpanjangannya. Saya bertanya mengenai biaya, menurut bapak setelah dipanggil beliau langsung tes kesehatan dengan membayar sebesar Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu Rupiah) dan formulir sebesar Rp. 75.000,- (tujuh puluh lima ribu Rupiah). Saya tidak tahu apa dasarnya pemungutan biaya kesehatan tersebut.
Menurut bapak yang rambutnya banyak ditumbuhi uban, di dalam beliau ditawari untuk dibantu mengisi formulir lalu langsung foto. Pada saat hendak diberikan SIM perpanjangannya, beliau memberikan uang sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu Rupiah), dan tidak diberikan kembaliannya sebesar Rp. 45.000,- (empat puluh lima ribu Rupiah). Beliau dengan sedikit menggerutu menyatakan bahwa kembalian itu merupakan uang jasa pengisian formulir oleh petugas.

Selama sekitar 1 (satu) jam saya menunggu tanpa mengisi formulir dan hanya melihat orang-orang yang masuk dan keluar langsung dengan memegang SIM perpanjangannya. Sekitar pukul 15.15 WIB, saya dipanggil masuk. Setelah melakukan tes kesehatan dan membayarnya kepada petugas sipil, saya diarahkan ke kursi untuk foto. Di sana saya ditawarkan untuk dibantu mengisi formulir yang tersimpan dalam map biru, dan saya katakan untuk mengisi sendiri. Sebelum dipersilahkan mengisi formulir di luar, saya diwajibkan membayar biaya formulir. Setelah mengisi formulir tersebut sekitar 3 (tiga) meni, saya kembali menyerahkan berkas kepada seorang polisi berinisial G. Bapak G meminta saya kembali keluar hanya untuk menuliskan nama saya pada map. Seharusnya selama menunggu, saya dapat menghabiskan waktu dengan mengisi formulir. Setelah saya menuliskan nama saya, Bapak polisi berinisial G tadi menyatakan “Rajin ya Pak nulis”, saya tidak tahu maksud Bapak Polisi gendut ini menyatakan demikian. Setelah saya mendapatkan SIM perpanjangan, saya tidak diberikan bukti kwitansi pembayaran saya, padahal dalam map tersebut dilekatkan juga 2 (dua) lembar kwitansi kosong yang distempel “PERPANJANGAN”

Alangkah anehnya negeriku ini. Jasa menulis di negeri ini sebesar Rp. 45.000,- (empat puluh lima ribu) untuk 3 (tiga) menit. Isian yang diisi cuma nama, alamat, alamat dalam keadaan darurat, nomor SIM lama, tanda tangan, serta melingkari jenis SIM, cacat fisik dan penggunaan kacamata. Bisa dibayangkan berapa banyak uang jasa tersebut jika dalam sehari sekitar 50 (lima) puluh orang “memberikan” uang jasa. Selain itu di negeri ini, kita melakukan yang menjadi kewajiban kita malahan di sindir. Selama saya berada di sana, cuma saya dan seorang bapak berparas keturunan Arab yang mengisi formulir tersebut.


Kepada semuanya yang hendak memperpanjang SIM sebaiknya menyiapkan uang lebih jika Anda malas atau sangat sibuk. Jika Anda adalah orang yang rajin dan sangat menghargai waktu sebaiknya bawa uang pas dan pena untuk mengisi formulir. Satu lagi, jangan lupa membawa uang parkir untuk kendaraan Anda jika tidak menggunakan transportasi umum.