Minggu, 28 Agustus 2011

Keberagamaan di Melaka

Paspor adalah tiket untuk melihat dunia kata Rhenald Kasali. Jika belahan dunia barat cukup susah dijangkau, paling tidak sesama dunia timur dulu. Tidak perlu jauh-jauh sampai menempuh berjam-jam untuk mengamati kehidupan beragama di dunia barat yang sering kita dengar katanya begini begitu.
Agustus 2011, bertepatan dengan bulan puasa bagi umat muslim di seluruh dunia, adikku harus menjalani pemeriksaan di Melaka kurang lebih 5 hari. Khawatir karena Malaysia merupakan negara yang memiliki agama resmi Islam. Bagaimana konsumsinya di negara bagian yang dinobatkan UNESCO sebagai world heritage?

Ternyata tidak seperti di Indonesia yang "menghimbau" agar setiap rumah makan untuk menutupi hidangan yang mereka "pertontonkan" di etalase dengan kain penutup, makanan dagangan mereka diperdagangkan seperti biasa. Rumah makan yang halal maupun "haram" menjajakan makanan dagangan mereka tanpa "diwajibkan" menggunakan kain penutup. Dengan penuh hormat pun orang-orang di sana tidak merasa risih atau sampai memasang wajah sinis terhadap orang-orang yang makan di tempat umum.

Selain mendapatkan suatu cerita baru tentang rumah makan tanpa kain penutup, saya juga mendapat cerita via Yahoo Messenger tentang karaoke yang berada di sebelah hotel tempat adikku menginap. Karaoke dengan musik yang didominasi oleh lagu-lagu Indonesia tetap berkumdang. Pulang ke hotel sekitar pukul 22:00 pun karaoke tetap ramai. Di Indonesia? semua karaoke dengan segementasi apapun harus tutup selama bulan puasa. Tidak ada pengecualian, jika masih tetap melanggar "himbauan" (bukan hukum) tersebut maka akan ada sanksinya.


Meskipun sesama rumpun melayu dan berada di belahan timur dunia, Malaysia yang memiliki agama resmi Islam dan mendefinisikan orang melayu sebagai muslim dengan Indonesia yang tertulis di lambang negara sebagai negara yang terbentuk dari keberagaman, sudah sangat berbeda dalam memandang keberagamaan. Saya jadi teringat dengan pernyataan teman muslim saya, yang mempertanyakan apa yang salah dengan karaoke di bulan puasa? "jika memang semua maksiat harusnya tutup selamanya bukan hanya di bulan puasa" katanya.

Meskipun dengan banyak kontroversi dan konfrontasi dengan Indonesia, sungguh Malaysia khususnya Melaka sangat menghormati keberagamaan. Semoga Malaysia tetap dapat menghormati keberagamaan dan Indonesia dapat belajar keberagamaan dengan negara yang pada abad XV merupakan kekuasaan nusantara (Sriwijaya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar