Kebutuhan dasar manusia adalah sandang, pangan, papan. Dari semua kebutuhan ini yang paling susah mahal dari ketiganya adalah rumah. Sampai-sampai lembaga pembiayaan membuat satu produk untuk memenuhi kebutuhan ini dengan jalan kredit pemilikan rumah. Bahkan Pemerintah Indonesia menunjuk satu bank khusus untuk menangani masalah kredit pemilikan rumah.
Sederhananya, ada rumah yang hendak dibeli, lalu pembeli dan objek yang hendak dibeli diperiksa kelayakannya oleh bank. Jika pembeli dan objeknya layak maka bank akan membayarkan sisa pembayaran kepada penjual dan pembeli akan mencicil kepada bank sejumlah uang yang dibayarkan bank kepada penjual dalam jangka waktu tertentu dengan bunga yang telah disepakati bersama antara pembeli dan bank.
Hubungan dengan antara pembeli dengan bank akan berjalan selama jangka waktu kredit (sampai paling lama 20 tahun). Oleh karena waktunya lama, maka bank biasanya menetapkan suku bunga yang tidak tetap (floating) setelah masa tetap (fixed) berakhir. Lalu ada juga biaya-biaya (taksasi, provisi, administrasi, notaris, dan premi asuransi [kebakaran dan jiwa]) yang wajib dibayar pada saat penandatanganan kredit antara pembeli dan bank dan juga denda penalti jika pembeli melunasi kreditnya sebelum jatuh tempo.
Di Singapura, biaya notaris (legal fee), biaya taksasi (valuation fee) bahkan premi asuransi kebakaran dapat disubsidi oleh bank dengan syarat pembeli tidak diperkenankan untuk melunasi kreditnya di bank tersebut dalam jangka waktu tertentu. Jika sebelum jangka waktu tertentu kredit sudah diunasi maka biaya-biaya yang disubsidi tadi wajib dibayar pada saat pelunasan kreditnya. Ketentuan ini di sana disebut Clawback Period. Di Singapura untuk biaya-biaya tersebut biasanya sebesar $4,000.00 sedangkan Indonesia tidak dapat ditentukan karena besar biaya notaris tidak ada yang baku dan resmi.
Di Singapura juga jika kita hendak membeli rumah, kita juga wajib memiliki dana sebesar 12x angsuran kita untuk diblokir pada tabungan kita. Hal ini maksudkan jika menjaga kepentingan bank jika pembeli kehilangan pekerjaannya atau untuk dipergunakan membayar biaya lelang jika sampai disita. Ketentuan ini memang cukup sulit diterapkan di Indonesia mengingat tingkat pendapatan kita yang masih minim. Setidaknya ke depan hal ini bisa diadopsi Bank Indonesia untuk menjaga kepentingan usaha perbankan dan ekonomi makro.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar