Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current
English karya A. S. Hornby, “lease”
diartikan sebagai “contract by which the
owner of land or building (the lessor) agrees to let another (the lessee) have
to use of it for certain time for a fixed money payment (called rent)”.
Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1196/KMK.01/1991, leasing atau sewa guna usaha diartikan sebagai kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak
opsi (finance lease) maupun sewa guna
usaha tanpa hak opsi (operating lease)
selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Dari pengertian
tersebut, tersurat bahwa subjek hukum dari lembaga leasing, pada prinsipnya
hanya terdapat 2 (dua) pihak yaitu pemilik benda (lessor) dan pihak yang menyewa yang memiliki opsi untuk
membeli/memiliki benda yang disewanya (lessee).
Lessor dalam memenuhi kebutuhan lessee tidak sepenuhnya berdiri sendiri
akan tetapi juga dibantu oleh Supplier
selaku penjual barang yang hendak disewa oleh lessee dan kreditur selaku pihak yang memberikan bantuan pendanaan lessor dalam membeli barang yang hendak
disewakan kepada lessee.
Tanggung jawab dari lessor, pada prinsipnya menyerahkan
barang yang akan disewa guna usahakan oleh lesse
sesuai dengan permintaan dan perjanjian antara lessor dan lesse. Apabila
yang disewa guna usahakan adalah benda tidak bergerak maka bukti pemilikannya
juga menjadi tanggung jawab lessor
untuk menyimpannya dengan sebaik-baiknya, agar pada saat sejumlah uang lunas
dibayar atas sewa objek dan lessee
memilih untuk menjadikan hak miliknya, maka bukti pemilikan itu dapat
dialihkan. Secara hak kebendaan, lessor
juga bertanggung jawab bahwa benda yang disewa guna usahakan juga bebas dari
sengketa atau pembebanan hak preferen guna melindungi kepentingan lessee yang mungkin akan menjadi hak
miliknya jika semua kewajiban dan jangka waktunya perjanjiannya dengan lessor berakhir. Lessor memiliki kewajiban untuk menatausahakan segala administrasi
sehubungan perjanjian dengan lessee untuk kepentingan kreditur dalam hal
pengawasan pinjamannya kepada lessor.
Lessor dan tidak memiliki kewajiban membuat perjanjian leasing dengan lessee. Akan
tetapi secara de facto, perjanjian
sewa guna usaha menjadi kewajiban lessor
untuk membuat perjanjian secara baku (standar
contract) untuk kepentingan lessor
dan lessee. Oleh karena kepemilikan
atas nama lessor, pada umumnya, lessor juga bertanggung jawab untuk
melakukan pembayaran pajak atas objek leasing
termasuk pajak penghasilan apabila lessee
memilih opsi untuk membeli objek leasing.
Lessee
memiliki tanggung jawab yang lebih banyak daripada lessor dalam leasing. Lessee dalam leasing memiliki bertanggung jawab sebagai berikut:
1. Menjaga
dan memelihara objek leasing bahkan memperbaikinya apabila terjadi kerusakan;
2. Membayar
sejumlah uang, tapi tidak terbatas, atas:
a. Biaya
sewa selama masa sewa (angsuran), dan biaya pembelian jika memilih opsi untuk
membeli, kepada lessor;
b. Biaya
premi asuransi kepada perusahaan asuransi untuk mengalihkan resiko;
c. Biaya
notaris, bea meterai, biaya pembebaan hak preferan atas objek leasing pada saat terjadinya perikatan antara lessor dan lesse, dan biaya
penagihan, biaya pengacara, serta biaya sehubungan dengan penyitaan apabila terjadinya
wanprestasi;
d. Biaya
balik nama ke atas lessee apabila lessee memilih opsi untuk
memiliki/membeli objek leasing sebelumnya.
Tanggung jawab supplier dalam leasing adalah menyediakan barang yang hendak dibeli oleh lessor atau disewa oleh lessee sesuai permintaan dari lessor dan lessee. Selain itu juga, supplier
berkewajiban menyerahkan objek leasing
seketika setelah dilunasi oleh lessor.
Sedangkan tanggung jawab kreditur, menyediakan sejumlah uang sesuai permintaan dan
kesepakatan dengan lessor.
Hubungan hukum yang
terjadi antara supplier dengan lessor adalah hubungan antara penjual
dan pembeli. Supplier bertindak selaku
penjual yang menjual objek yang akan dijadikan objek leasing dan lessor bertindak selaku pembeli dari
objek yang dijual oleh supplier. Setelah
kegiatan jual beli terlaksana antara supplier
dengan lessor, maka hubungan hukum
selanjutnya terjadi adalah antara lessor
dan lesse. Kedudukan lessor dalam leasing sebagai pihak yang menyewakan barang miliknya sekaligus
sebagai lembaga intermediasi yang antara lessee
dan supplier dalam hal terdapatnya
hak opsi. Objek leasing merupakan
jaminan pelaksanaan prestasi yang diperjanjikan oleh lessor dan lessee.
Dalam hal pembelian
objek leasing dari supplier tidak sepenuhnya dilakukan oleh
lessor, dimana uang pembelian lessor dari supplier dari pihak III dalam hal ini kreditur, maka kedudukan lessor dengan kreditur sebagai hubungan
pinjam meminjam. Kreditur memiliki hak tagih kepada lessor dengan jaminan berupa piutang yang dimiliki lessor terhadap lessee.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar