A.
Pendahuluan
Dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan[1] Nomor 1/SEOJK.04/2013
tertanggal 27 Agustus 2013, dinyatakan bahwa kondisi perdagangan saham di Bursa
Efek Indonesia dalam kurun waktu Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013 mengalami
tekanan yang tercermin dari harga Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek
Indonesia yang mengalami penurunan cukup signifikan. Penuruan Indeks Harga
Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia sejak tanggal 20 Mei 2013 sampai dengan
tanggal 27 Agustus 2013 sebesar 1.247,134 (seribu dua ratus empat puluh tujuh
seratus tiga puluh empat perseribu) pon atau sebesar 23,91% (dua puluh tiga
sembilan puluh satu perseratus persen).
Dalam
IDX Monthly Statistics Bulan Mei 2013 yang diumumkan oleh Bursa Efek Indonesia[2], tercatat bahwa pada tanggal 20 Mei
2013, Indeks Harga Saham Gabungan mencapai nilai tertinggi ditutup pada posisi 5.214,976
(lima ribu dua ratus empat belas sembilan ratus tujuh puluh enam perseribu)
poin. Dalam IDX
Monthly Statistics Bulan Agustus 2013[3], tercatat posisi Indeks
Harga Saham Gabungan turun ke posisi 3.967,842 (tiga ribu sembilan ratus enam
puluh tujuh delapan ratus empat puluh dua perseribu) poin.
Tekanan
perekonomian yang cukup kuat terhadap pasar modal ini, direspon oleh Otoritas
Jasa Keuangan untuk menerbitkan suatu peraturan untuk mengurangi dampak pasar
yang berfluktuasi secara signifikan. Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 23
Agustus 2013 menerbitkan Peraturan Nomor 2/POJK.04/2013 tentang Pembelian
Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi
Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan. Peraturan ini diterbitkan oleh
Otoritas Jasa Keuangan mempermudah sekitar 459 (empat ratus lima puluh
sembilan) emiten atau perusahaan publik dalam melakukan aksi korporasi dalam
pembelian kembali saham (buyback)
tanpa melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perusahaan yang
berlaku.
B.
Permasalahan
Berdasarkan
uraian latar belakang tersebut di atas maka permasalahan dalam tulisan ini
adalah bagaimana pengaturan pembelian kembali saham dalam pasar modal di
Indonesia?
C.
Pembahasan
Weston,
Mitchel, dan Mulherin mendefinisikan buyback saham atau share repuchase sebagai suatu tindakan perusahaan publik yang
membeli sahamnya sendiri baik melalui proses tender offer, open market
atau melakukan negosiasi pembelian kembali dari blockholder[4].
Secara tersurat, pengaturan mengenai
buyback, diintepretasikan dalam
Bagian Kedua tentang Perlindungan Permodalan dan Kekayaan Perseroan pasal 37
sampai dengan pasal 40 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas[5].
Perseroan terbatas dapat membeli
kembali saham yang dikeluarkannya dengan ketentuan sebagai berikut[6]:
1. pembelian kembali saham tersebut tidak
menyebabkan kekayaan bersih[7]
suatu perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah
cadangan wajib yang telah disisihkan, dan
2. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli
kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang
dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang sahamnya secara
langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan tidak melebihi dari 10%
(sepuluh persen) dari modal yang ditempatkan dalam perseroan.
Pembelian kembali saham perseroan
tidak akan mengakibatkan pengurangan modal kecuali jika saham tersebut ditarik
kembali. Perseroan harus terlebih dahulu mengusahakan agar penjualan saham
kepada pihak ketiga sebelum dibeli kembali oleh perseroan agar kekayaan bersih
tetap lebih besar dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib
yang telah disisihkan, dan jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli
kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang
dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang sahamnya secara
langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan tidak melebihi dari 10%
(sepuluh persen) dari modal yang ditempatkan dalam perseroan.
Setiap
pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar saham yang dibeli perseroan
dibeli dengan harga yang wajar jika pemegang saham tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham dan perseroan berupa tindakan[8]:
1. Perubahan
anggaran dasar
2. Pengalihan
atau penjaminan sebagian besar (lebih dari 50% [lima puluh persen]) kekayaan
perseroan
3. Penggabungan,
peleburan, pengambilalihan atau pemisahan
Pembelian kembali saham oleh
perseroan memiliki jangka waktu keberlakuan yaitu hanya selama 3 (tiga) tahun.
Dalam jangka waktu tersebut, perseroan diberikan kesempatan untuk mencari pihak
yang akan membeli saham yang dimilikinya. Jika dalam jangka waktu tersebut
perseroan tidak memiliki pembeli atas saham yang dimilikinya maka saham tersebut
akan ditarik kembali dengan cara pengurangan modal.
Pada prinsipnya pembelian kembali
saham oleh perseroan hanya boleh dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari
Rapat Umum Pemegang Saham. Akan tetapi Rapat Umum Pemegang Saham dapat menyerahkan
kewenangannya kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan
Rapat Umum Pemegang Saham untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Jangka waktu ini
tidak mutlak karena dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama oleh Rapat
Umum Pemegang Saham atau bahkan ditarik kembali oleh Rapat Umum Pemegang Saham
sewaktu-waktu dari Dewan Komisaris.
Saham yang dibeli kembali oleh
perseroan tidak memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham sehingga
tidak dapat diperhitungkan dalam jumlah kuorum. Selain itu, perseroan selaku
pemegang saham yang dibeli kembali tidak berhak menerima deviden atas saham
yang dimilikinya.
Pembelian
kembali saham secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan kekayaan
bersih suatu perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan
ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan, atau jumlah nilai nominal
seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan
fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain
yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan
melebihi dari 10% (sepuluh persen) dari modal yang ditempatkan dalam perseroan,
adalah batal demi hukum.
Setiap
pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar saham yang dibeli perseroan
dibeli dengan harga yang wajar jika pemegang saham tidak menyetujui tindakan
perseroan yang merugikan pemegang saham dan perseroan berupa tindakan:
4. Perubahan
anggaran dasar
5. Pengalihan
atau penjaminan sebagian besar (lebih dari 50% [lima puluh persen]) kekayaan
perseroan
6. Penggabungan,
peleburan, pengambilalihan atau pemisahan
Secara umum, ketentuan pembelian
saham kembali yang diatur dalam UUPT tersebut dapat dilakukan sepanjang tidak diatur
lain oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal[9].
Khusus untuk perseroan publik berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal yaitu UUPM (sebagai lex generalis) berikut segala peraturan
yang berada di bawahnya (sebagai lex
specialis). Pada prinsipnya hanya perseroan publik yang dapat melakukan
kegiatan di pasar modal. Kekhususan kegiatan permodalan perseroan publik
membuatnya berbeda dengan perseroan sehingga perlu diadakan pengaturan khusus
mengenai perseroan publik.
Pembentuk undang-undang menjelaskan
bahwa pengaturan khusus yang diperkenankan tunduk pada ketentuan di luar
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah ketentuan tentang[10]:
1. sistem
penyetoran modal,
2. pembelian
kembali saham perseroan,
3. hak
suara dan
4. penyelenggaraan
Rapat Umum Pemegang Saham
Selain
ketentuan tersebut di atas, perseroan publik tetap tunduk pada atau
bertentangan dengan UUPT.
Dalam
UUPM sebagai lex generalis, tidak
dinyatakan mengenai pembelian kembali saham oleh perseroan publik. Dalam pasal
28 ayat (3) UUPM hanya mengatur ketentuan pembelian kembali saham reksa dana berbentuk
perseroan, dimana pembelian kembali saham reksa dana berbentuk perseroan dan
pengalihannya dapat dilakukan tanpa mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang
Saham. Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham tidak diperlukan karena pembelian
kembali saham-saham yang telah dikeluarkan oleh reksa dana dan pengalihan lebih
lanjut saham dapat terjadi setiap saat sehingga akan lebih efektif dan efisien
jika dilakukan tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Secara
lex specialis, pengaturan mengenai
pembelian kembali saham telah diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal
melalui Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Nomor KEP-105/BL/2010 tertanggal 13 April 2010 tentang Pembelian
Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik. Lampiran Keputusan
tersebut khususnya Nomor XI.B.2 merupakan peraturan khusus tentang Pembelian
Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik.
Pada
prinsipnya, perusahaan publik diperkenankan untuk membeli kembali saham yang
telah dikeluarkannya setelah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang
Saham. Pembelian kembali saham perusahaan publik tidak diperkenankan apabila:
1. dilakukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan
tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan
perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek. Masyarakat pemodal
sangat memerlukan informasi mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau
harga Efek di Bursa Efek yang tercermin dari kekuatan penawaran jual dan
penawaran beli Efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasi dalam
Efek. Sehubungan dengan itu, ketentuan ini melarang adanya tindakan yang dapat
menciptakan gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau
harga Efek, antara lain melakukan transaksi Efek yang tidak mengakibatkan
perubahan pemilikan; atau melakukan penawaran jual atau penawaran beli Efek
pada harga tertentu, di mana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan
Pihak lain yang melakukan penawaran beli atau penawaran jual Efek yang sama
pada harga yang kurang lebih sama[11].
2.
dilakukan 2
(dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga
menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan
mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek.
Ketentuan ini melarang dilakukannya serangkaian
transaksi Efek oleh satu Pihak atau beberapa Pihak yang bersekongkol sehingga
menciptakan harga Efek yang semu di
Bursa Efek karena tidak didasarkan pada kekuatan permintaan jual atau
beli Efek yang sebenarnya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau Pihak
lain[12].
a. melakukan pembelian atau penjualan atas Efek Emiten
atau Perusahaan Publik dimaksud; atau perusahaan lain yang melakukan transaksi
dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. Larangan bagi orang
dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek Emiten atau Perusahaan
Publik yang bersangkutan didasarkan atas pertimbangan bahwa kedudukan orang
dalam seharusnya mendahulukan kepentingan Emiten, Perusahaan Publik, atau
pemegang saham secara keseluruhan termasuk di dalamnya untuk tidak menggunakan
informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau Pihak lain[14];
b. mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau
penjualan atas Efek dimaksud. Orang dalam dari suatu
Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain
juga dikenakan larangan untuk melakukan transaksi atas Efek dari perusahaan lain
tersebut, meskipun yang bersangkutan bukan orang dalam dari perusahaan lain
tersebut. Hal ini karena informasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya
diperoleh karena kedudukannya pada Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan
transaksi dengan perusahaan lain tersebut[15];
c. memberi informasi kepada Pihak mana pun yang patut
diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau
penjualan atas Efek. Orang dalam dilarang mempengaruhi Pihak lain untuk
melakukan pembelian dan atau penjualan atas Efek dari Emiten atau Perusahaan
Publik yang bersangkutan, walaupun orang dalam dimaksud tidak memberikan
informasi orang dalam kepada Pihak lain, karena hal ini dapat mendorong Pihak
lain untuk melakukan pembelian atau penjualan Efek berdasarkan informasi orang
dalam. Selain itu, orang dalam dilarang memberikan informasi orang dalam kepada
Pihak lain yang diduga akan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan
pembelian dan atau penjualan Efek. Dengan demikian, orang dalam mempunyai kewajiban
untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi agar informasi tersebut tidak
disalahgunakan oleh Pihak yang menerima informasi tersebut untuk melakukan
pembelian atau penjualan atas Efek[16].
Apabila terdapat pihak yang
melakukan perbuatan seperti yang dinyatakan dalam angka 1,2, dan 3 tersebut di
atas, maka sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak sebesar Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar Rupiah) dapat
diterapkan[17].
Pelaksanaan
pembelian kembali saham wajib diselesaikan paling lama 18 (delapan belas) bulan
setelah tanggal persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Pembelian kembali saham oleh
perusahaan publik dapat dilakukan melalui Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek.
Dalam hal pembelian kembali saham dilakukan melalui Bursa Efek, maka wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. transaksi beli dilakukan melalui satu Anggota
Bursa Efek; dan
2. harga penawaran untuk membeli kembali saham
harus lebih rendah atau sama dengan harga transaksi yang terjadi sebelumnya.
Dalam hal pembelian kembali saham, Perusahaan
wajib mengumumkan kepada masyarakat dan menyampaikan kepada Badan Pengawan
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mengenai:
1. penjelasan dilakukannya pembelian kembali
saham Perusahaan;
2. nama pemegang saham yang sahamnya dapat dibeli
kembali oleh Perusahaan;
3. harga saham serta tata cara penentuan harga
tersebut; dan
4. jangka waktu pelaksanaan pembelian kembali
saham tersebut.
Perusahaan
wajib melaporkan hasil pembelian kembali saham kepada Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan secara berkala setiap 6 (enam) bulan, yaitu pada
bulan Juni dan Desember tiap tahunnya. Penyampaian laporan tersebut paling
lambat disampaikan
Emiten
atau Perusahaan Publik yang sahamnya dicatatkan pada Bursa Efek dilarang membeli
kembali sahamnya, jika akan mengakibatkan berkurangnya jumlah saham pada suatu
tingkat tertentu yang mungkin mengurangi secara signifikan likuiditas saham di
Bursa Efek.
Saham
hasil pembelian kembali oleh perusahaan publik dapat dialihkan kembali dengan
cara, antara lain:
1. dijual
baik di Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek;
2. ditarik
kembali dengan cara pengurangan modal;
3. pelaksanaan
Employee Stock Option Plan atau Employee Stock Purchase Plan; dan/atau;
4. pelaksanaan
konversi Efek Bersifat Ekuitas.
5. Pelaksanaan
waran
Orang
dalam dilarang melakukan transaksi atas saham Perusahaan tersebut pada hari
yang sama dengan pembelian kembali saham atau penjualan saham hasil pembelian
kembali yang dilakukan oleh Perusahaan melalui Bursa Efek.
Perusahaan publik diperkenankan juga
untuk melakukan pembelian kembali saham tanpa mendapat persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham. Alasan pembenar dari tindakan tersebut adalah Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.04/2013 tertanggal 23 Agustus 2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh
Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara
Signifikan.
Perusahaan publik tidak dapat serta
merta melakukan pembelian kembali sahamnya tanpa persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham. Pembelian kembali tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham
dapat dilakukan apabila kondisi pasar modal berfluktuasi secara signifikan.
Kondisi pasar modal yang signifikan adalah kondisi dimana indeks harga saham
gabungan di bursa efek selama 3 (tiga) hari berturut-turut secara kumulatif
turun sebanyak 15% (lima belas persen) atau lebih; atau kondisi lain yang
ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Permulaan dan berakhirnya kondisi
lainnya akan ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Pembelian kembali saham oleh
perusahaan publik oleh karena kondisi pasar modal yang fluktuatif secara
signifikan, paling banyak 20% (dua puluh persen) dari modal yang disetor
perusahaan publik tersebut. Peruahaan publik dapat melakukan pembelian kembali
saham setelah menyampaikan keterbukaan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan
dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari bursa setelah terjadinya kondisi pasar
modal yang berfluktuasi secara signifikan. Jangka waktu pembelian kembali saham
oleh perusahaan publik hanya dapat dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan setelah
keterbukaan informasi disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Keterbukaan informasi yang
disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan
dalam rangka pembelian kembali saham dalam kondisi ini, paling tidak
memuat informasi sebagai berikut:
1. Perkiraan
jadwal, biaya pembelian kembali saham, dan perkiraan jumlah nilai nominal
seluruh saham yang akan dibeli kembali;
2. Perkiraan
menurunnya pendapatan perusahaan sebagai akibat pelaksanaan pembelian kembali
saham dan dampak atas biaya pembiayaan perusahaan;
3. Proforma
laba per saham perusahaan setelah rencana pembelian kembali saham dilaksanakan,
dengan mempertimbangkan menurunnya pendapatan;
4. Pembatasan
harga saham untuk pembelian kembali saham;
5. Pembatasan
jangka waktu pembelian kembali saham;
6. Metode
yang akan digunakan untuk membeli kembali saham; dan
7. Pembahasan
dan analisa manajemen mengenai pengaruh pembelian kembali saham terhadap
kegiatan usaha dan pertumbuhan perusahaan di masa mendatang.
Keterbukaan
informasi tidak hanya disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan akan tetapi
juga kepada masyarakat paling lambat 14 (empat belas hari) sebelum
dilaksanakannya pembelian kembali saham.
Perusahaan
publik yang melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan adanya perubahan nilai
nominal saham hasil pembelian kembali, maka perhitungan harga pembelian kembali
saham disesuaikan dengan mengikuti perbandingan antara nilai nominal saham pada
saat pembelian kembali dengan nilai nominal saham hasil aksi korporasi.
Saham
hasil pembelian kembali yang dikuasai perusahaan selama jangka waktu 3 (tiga)
tahun sejak selesainya pembelian kembali saham wajib mengalihkan kembali dalam
jangka waktu 2 (dua) tahun dan menyelesaikan pengalihan kembali saham dalam
waktu 1 (satu) tahun.
D.
Kesimpulan
Perseroan
secara umum diatur dalam UUPT dan Perusahaan publik didelegasikan dalam UUPM.
Kewenangan pembelian kembali saham perseroan diatur dalam UUPT. Pembelian
kembali saham perusahaan publik dikesampingkan dari UUPT untuk diatur dalam
peraturan perundang-undangan tentang pasar modal.
Pembelian
kembali saham perusahaan publik dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham. Pembelian kembali saham publik hanya dapat dilakukan tanpa
persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham apabila telah terjadi kondisi pasar modal
yang berfluktuasi secara signifikan.
E.
Daftar
Pustaka
http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/Publication/Statistic/Monthly/2013/IDX-Monthly/20130610_IDX-Monthly-Mei-2013.pdf,
tanggal akses 23 Oktober 2013
http://www.idx.co.id/Portals/0/StaticData/Publication/Statistic/Monthly/2013/IDX-Monthly/20130910_IDX-Monthly-Aug-2013.pdf,
tanggal akses 23 Oktober 2013
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/120422-T%2025529-Efek%20pengumuman-Tinjauan%20literatur.pdf,
tanggal akses 23 Oktober 2013
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan
Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-105/BL/2010 tertanggal 13 April 2010
tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan
Publik, Nomor XI.B.2
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
2/POJK.04/2013 tertanggal 23 Agustus 2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh
Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara
Signifikan
[1]Berdasarkan pasal 55 ayat (1)
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, sejak 31
Desember 2012 , fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan
kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, beralih dari Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan
[4]http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/120422-T%2025529-Efek%20pengumuman-Tinjauan%20literatur.pdf,
tanggal akses 23 Oktober 2013
[5]Selanjutnya Undang-undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas cukup ditulis “UUPT”
[6]Lihat pasal 37 ayat (1) UUPT
[7]Kekayaan bersih adalah seluruh
jumlah harta kekayaan perseroan dikurangi dengan seluruh jumlah kewajiban
perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh Rapat Umum
Pemegang Saham dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir (penjelasan pasal 37 ayat
[1] huruf a UUPT)
[8]Lihat Pasal 62 ayat (1) UUPT
[9]Selanjutnya Undang-undang Nomor 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal cukup ditulis “UUPM”
[10]Lihat penjelasan pasal 154 ayat
(1) UUPT.
[11]Penjelasan Pasal 91 UUPM
[12]Penjelasan Pasal 92 UUPM
[13]Dalam penjelasan Pasal 95 UUPM dinyatakan bahwa “Orang Dalam” adalah (i)
komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik; (ii) pemegang
saham utama Emiten atau Perusahaan Publik; (iii) orang perseorangan yang karena
kedudukan (atau jabatannya dalam lembaga, intitusi dan badan pemerintahan) atau
profesinya atau karena hubungan usahanya (atau hubungan kemitraan seperti
hubungan nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan dan kreditur) dengan Emiten
atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi yng
materinya dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum; atau Pihak
yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana
dimaksud dalam huruf (i), huruf (ii), atau huruf (iii) di atas.
[14]Penjelasan Pasal 95 huruf a UUPM
[15]Penjelasan Pasal 95 huruf b UUPM
[16]Penjelasan Pasal 96 UUPM
[17]Lihat Pasal 104 UUPM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar