Minggu, 27 Oktober 2013

Pengaturan Pembelian Kembali (Buyback) Saham Dalam Pasar Modal di Indonesia

A.    Pendahuluan
Dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan[1] Nomor 1/SEOJK.04/2013 tertanggal 27 Agustus 2013, dinyatakan bahwa kondisi perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia dalam kurun waktu Juni 2013 sampai dengan Agustus 2013 mengalami tekanan yang tercermin dari harga Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia yang mengalami penurunan cukup signifikan. Penuruan Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Indonesia sejak tanggal 20 Mei 2013 sampai dengan tanggal 27 Agustus 2013 sebesar 1.247,134 (seribu dua ratus empat puluh tujuh seratus tiga puluh empat perseribu) pon atau sebesar 23,91% (dua puluh tiga sembilan puluh satu perseratus persen).
            Dalam IDX Monthly Statistics Bulan Mei 2013 yang diumumkan oleh Bursa Efek Indonesia[2], tercatat bahwa pada tanggal 20 Mei 2013, Indeks Harga Saham Gabungan mencapai nilai tertinggi ditutup pada posisi 5.214,976 (lima ribu dua ratus empat belas sembilan ratus tujuh puluh enam perseribu) poin. Dalam IDX Monthly Statistics Bulan Agustus 2013[3], tercatat posisi Indeks Harga Saham Gabungan turun ke posisi 3.967,842 (tiga ribu sembilan ratus enam puluh tujuh delapan ratus empat puluh dua perseribu) poin.
            Tekanan perekonomian yang cukup kuat terhadap pasar modal ini, direspon oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk menerbitkan suatu peraturan untuk mengurangi dampak pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 23 Agustus 2013 menerbitkan Peraturan Nomor 2/POJK.04/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan. Peraturan ini diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan mempermudah sekitar 459 (empat ratus lima puluh sembilan) emiten atau perusahaan publik dalam melakukan aksi korporasi dalam pembelian kembali saham (buyback) tanpa melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perusahaan yang berlaku.

B.     Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaturan pembelian kembali saham dalam pasar modal di Indonesia?
  
C.    Pembahasan
Weston, Mitchel, dan Mulherin mendefinisikan buyback saham atau share repuchase sebagai suatu tindakan perusahaan publik yang membeli sahamnya sendiri baik melalui proses tender offer, open market atau melakukan negosiasi pembelian kembali dari blockholder[4].
            Secara tersurat, pengaturan mengenai buyback, diintepretasikan dalam Bagian Kedua tentang Perlindungan Permodalan dan Kekayaan Perseroan pasal 37 sampai dengan pasal 40 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas[5].
            Perseroan terbatas dapat membeli kembali saham yang dikeluarkannya dengan ketentuan sebagai berikut[6]:
1.  pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih[7] suatu perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan, dan
2.  jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan tidak melebihi dari 10% (sepuluh persen) dari modal yang ditempatkan dalam perseroan.
            Pembelian kembali saham perseroan tidak akan mengakibatkan pengurangan modal kecuali jika saham tersebut ditarik kembali. Perseroan harus terlebih dahulu mengusahakan agar penjualan saham kepada pihak ketiga sebelum dibeli kembali oleh perseroan agar kekayaan bersih tetap lebih besar dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan, dan jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan tidak melebihi dari 10% (sepuluh persen) dari modal yang ditempatkan dalam perseroan.
Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar saham yang dibeli perseroan dibeli dengan harga yang wajar jika pemegang saham tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham dan perseroan berupa tindakan[8]:
1.    Perubahan anggaran dasar
2.    Pengalihan atau penjaminan sebagian besar (lebih dari 50% [lima puluh persen]) kekayaan perseroan
3.    Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan
            Pembelian kembali saham oleh perseroan memiliki jangka waktu keberlakuan yaitu hanya selama 3 (tiga) tahun. Dalam jangka waktu tersebut, perseroan diberikan kesempatan untuk mencari pihak yang akan membeli saham yang dimilikinya. Jika dalam jangka waktu tersebut perseroan tidak memiliki pembeli atas saham yang dimilikinya maka saham tersebut akan ditarik kembali dengan cara pengurangan modal.
            Pada prinsipnya pembelian kembali saham oleh perseroan hanya boleh dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham. Akan tetapi Rapat Umum Pemegang Saham dapat menyerahkan kewenangannya kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Jangka waktu ini tidak mutlak karena dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau bahkan ditarik kembali oleh Rapat Umum Pemegang Saham sewaktu-waktu dari Dewan Komisaris.
            Saham yang dibeli kembali oleh perseroan tidak memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham sehingga tidak dapat diperhitungkan dalam jumlah kuorum. Selain itu, perseroan selaku pemegang saham yang dibeli kembali tidak berhak menerima deviden atas saham yang dimilikinya.
Pembelian kembali saham secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan kekayaan bersih suatu perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan, atau jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan melebihi dari 10% (sepuluh persen) dari modal yang ditempatkan dalam perseroan, adalah batal demi hukum.
Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar saham yang dibeli perseroan dibeli dengan harga yang wajar jika pemegang saham tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham dan perseroan berupa tindakan:
4.    Perubahan anggaran dasar
5.    Pengalihan atau penjaminan sebagian besar (lebih dari 50% [lima puluh persen]) kekayaan perseroan
6.    Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan
            Secara umum, ketentuan pembelian saham kembali yang diatur dalam UUPT tersebut dapat dilakukan sepanjang tidak diatur lain oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal[9]. Khusus untuk perseroan publik berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yaitu UUPM (sebagai lex generalis) berikut segala peraturan yang berada di bawahnya (sebagai lex specialis). Pada prinsipnya hanya perseroan publik yang dapat melakukan kegiatan di pasar modal. Kekhususan kegiatan permodalan perseroan publik membuatnya berbeda dengan perseroan sehingga perlu diadakan pengaturan khusus mengenai perseroan publik.
            Pembentuk undang-undang menjelaskan bahwa pengaturan khusus yang diperkenankan tunduk pada ketentuan di luar Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah ketentuan tentang[10]:
1.    sistem penyetoran modal,
2.    pembelian kembali saham perseroan,
3.    hak suara dan
4.    penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham
Selain ketentuan tersebut di atas, perseroan publik tetap tunduk pada atau bertentangan dengan UUPT.
Dalam UUPM sebagai lex generalis, tidak dinyatakan mengenai pembelian kembali saham oleh perseroan publik. Dalam pasal 28 ayat (3) UUPM hanya mengatur ketentuan pembelian kembali saham reksa dana berbentuk perseroan, dimana pembelian kembali saham reksa dana berbentuk perseroan dan pengalihannya dapat dilakukan tanpa mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham tidak diperlukan karena pembelian kembali saham-saham yang telah dikeluarkan oleh reksa dana dan pengalihan lebih lanjut saham dapat terjadi setiap saat sehingga akan lebih efektif dan efisien jika dilakukan tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Secara lex specialis, pengaturan mengenai pembelian kembali saham telah diterbitkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal melalui Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-105/BL/2010 tertanggal 13 April 2010 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik. Lampiran Keputusan tersebut khususnya Nomor XI.B.2 merupakan peraturan khusus tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik.
Pada prinsipnya, perusahaan publik diperkenankan untuk membeli kembali saham yang telah dikeluarkannya setelah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham. Pembelian kembali saham perusahaan publik tidak diperkenankan apabila:
1.    dilakukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek. Masyarakat pemodal sangat memerlukan informasi mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek yang tercermin dari kekuatan penawaran jual dan penawaran beli Efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasi dalam Efek. Sehubungan dengan itu, ketentuan ini melarang adanya tindakan yang dapat menciptakan gambaran semu mengenai kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek, antara lain melakukan transaksi Efek yang tidak mengakibatkan perubahan pemilikan; atau melakukan penawaran jual atau penawaran beli Efek pada harga tertentu, di mana Pihak tersebut juga telah bersekongkol dengan Pihak lain yang melakukan penawaran beli atau penawaran jual Efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama[11].
2.    dilakukan 2 (dua) transaksi Efek atau lebih, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga menyebabkan harga Efek di Bursa Efek tetap, naik, atau turun dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli, menjual, atau menahan Efek. Ketentuan ini melarang dilakukannya serangkaian transaksi Efek oleh satu Pihak atau beberapa Pihak yang bersekongkol sehingga menciptakan harga Efek yang semu di  Bursa Efek karena tidak didasarkan pada kekuatan permintaan jual atau beli Efek yang sebenarnya dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau Pihak lain[12].
3.    orang dalam[13] dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi:
a.       melakukan pembelian atau penjualan atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. Larangan bagi orang dalam untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan didasarkan atas pertimbangan bahwa kedudukan orang dalam seharusnya mendahulukan kepentingan Emiten, Perusahaan Publik, atau pemegang saham secara keseluruhan termasuk di dalamnya untuk tidak menggunakan informasi orang dalam untuk kepentingan diri sendiri atau Pihak lain[14];
b.      mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dimaksud. Orang dalam dari suatu Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain juga dikenakan larangan untuk melakukan transaksi atas Efek dari perusahaan lain tersebut, meskipun yang bersangkutan bukan orang dalam dari perusahaan lain tersebut. Hal ini karena informasi mengenai perusahaan lain tersebut lazimnya diperoleh karena kedudukannya pada Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan transaksi dengan perusahaan lain tersebut[15];
c.       memberi informasi kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek. Orang dalam dilarang mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian dan atau penjualan atas Efek dari Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan, walaupun orang dalam dimaksud tidak memberikan informasi orang dalam kepada Pihak lain, karena hal ini dapat mendorong Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan Efek berdasarkan informasi orang dalam. Selain itu, orang dalam dilarang memberikan informasi orang dalam kepada Pihak lain yang diduga akan menggunakan informasi tersebut untuk melakukan pembelian dan atau penjualan Efek. Dengan demikian, orang dalam mempunyai kewajiban untuk berhati-hati dalam menyebarkan informasi agar informasi tersebut tidak disalahgunakan oleh Pihak yang menerima informasi tersebut untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek[16].
Apabila terdapat pihak yang melakukan perbuatan seperti yang dinyatakan dalam angka 1,2, dan 3 tersebut di atas, maka sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak sebesar Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar Rupiah) dapat diterapkan[17].
Pelaksanaan pembelian kembali saham wajib diselesaikan paling lama 18 (delapan belas) bulan setelah tanggal persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Pembelian kembali saham oleh perusahaan publik dapat dilakukan melalui Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek. Dalam hal pembelian kembali saham dilakukan melalui Bursa Efek, maka wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1.  transaksi beli dilakukan melalui satu Anggota Bursa Efek; dan
2.  harga penawaran untuk membeli kembali saham harus lebih rendah atau sama dengan harga transaksi yang terjadi sebelumnya.
            Dalam hal pembelian kembali saham, Perusahaan wajib mengumumkan kepada masyarakat dan menyampaikan kepada Badan Pengawan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan mengenai:
1.  penjelasan dilakukannya pembelian kembali saham Perusahaan;
2.  nama pemegang saham yang sahamnya dapat dibeli kembali oleh Perusahaan;
3.  harga saham serta tata cara penentuan harga tersebut; dan
4.  jangka waktu pelaksanaan pembelian kembali saham tersebut.
Perusahaan wajib melaporkan hasil pembelian kembali saham kepada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan secara berkala setiap 6 (enam) bulan, yaitu pada bulan Juni dan Desember tiap tahunnya. Penyampaian laporan tersebut paling lambat disampaikan
Emiten atau Perusahaan Publik yang sahamnya dicatatkan pada Bursa Efek dilarang membeli kembali sahamnya, jika akan mengakibatkan berkurangnya jumlah saham pada suatu tingkat tertentu yang mungkin mengurangi secara signifikan likuiditas saham di Bursa Efek.
Saham hasil pembelian kembali oleh perusahaan publik dapat dialihkan kembali dengan cara, antara lain:
1.    dijual baik di Bursa Efek maupun di luar Bursa Efek;
2.    ditarik kembali dengan cara pengurangan modal;
3.    pelaksanaan Employee Stock Option Plan atau Employee Stock Purchase Plan; dan/atau;
4.    pelaksanaan konversi Efek Bersifat Ekuitas.
5.    Pelaksanaan waran
Orang dalam dilarang melakukan transaksi atas saham Perusahaan tersebut pada hari yang sama dengan pembelian kembali saham atau penjualan saham hasil pembelian kembali yang dilakukan oleh Perusahaan melalui Bursa Efek.
            Perusahaan publik diperkenankan juga untuk melakukan pembelian kembali saham tanpa mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Alasan pembenar dari tindakan tersebut adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.04/2013 tertanggal 23 Agustus 2013 tentang  Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan.
            Perusahaan publik tidak dapat serta merta melakukan pembelian kembali sahamnya tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Pembelian kembali tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham dapat dilakukan apabila kondisi pasar modal berfluktuasi secara signifikan. Kondisi pasar modal yang signifikan adalah kondisi dimana indeks harga saham gabungan di bursa efek selama 3 (tiga) hari berturut-turut secara kumulatif turun sebanyak 15% (lima belas persen) atau lebih; atau kondisi lain yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Permulaan dan berakhirnya kondisi lainnya akan ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
            Pembelian kembali saham oleh perusahaan publik oleh karena kondisi pasar modal yang fluktuatif secara signifikan, paling banyak 20% (dua puluh persen) dari modal yang disetor perusahaan publik tersebut. Peruahaan publik dapat melakukan pembelian kembali saham setelah menyampaikan keterbukaan informasi kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari bursa setelah terjadinya kondisi pasar modal yang berfluktuasi secara signifikan. Jangka waktu pembelian kembali saham oleh perusahaan publik hanya dapat dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan setelah keterbukaan informasi disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
            Keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan  dalam rangka pembelian kembali saham dalam kondisi ini, paling tidak memuat informasi sebagai berikut:
1.    Perkiraan jadwal, biaya pembelian kembali saham, dan perkiraan jumlah nilai nominal seluruh saham yang akan dibeli kembali;
2.    Perkiraan menurunnya pendapatan perusahaan sebagai akibat pelaksanaan pembelian kembali saham dan dampak atas biaya pembiayaan perusahaan;
3.    Proforma laba per saham perusahaan setelah rencana pembelian kembali saham dilaksanakan, dengan mempertimbangkan menurunnya pendapatan;
4.    Pembatasan harga saham untuk pembelian kembali saham;
5.    Pembatasan jangka waktu pembelian kembali saham;
6.    Metode yang akan digunakan untuk membeli kembali saham; dan
7.    Pembahasan dan analisa manajemen mengenai pengaruh pembelian kembali saham terhadap kegiatan usaha dan pertumbuhan perusahaan di masa mendatang.
Keterbukaan informasi tidak hanya disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan akan tetapi juga kepada masyarakat paling lambat 14 (empat belas hari) sebelum dilaksanakannya pembelian kembali saham.
Perusahaan publik yang melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan adanya perubahan nilai nominal saham hasil pembelian kembali, maka perhitungan harga pembelian kembali saham disesuaikan dengan mengikuti perbandingan antara nilai nominal saham pada saat pembelian kembali dengan nilai nominal saham hasil aksi korporasi.
Saham hasil pembelian kembali yang dikuasai perusahaan selama jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak selesainya pembelian kembali saham wajib mengalihkan kembali dalam jangka waktu 2 (dua) tahun dan menyelesaikan pengalihan kembali saham dalam waktu 1 (satu) tahun.

D.    Kesimpulan
Perseroan secara umum diatur dalam UUPT dan Perusahaan publik didelegasikan dalam UUPM. Kewenangan pembelian kembali saham perseroan diatur dalam UUPT. Pembelian kembali saham perusahaan publik dikesampingkan dari UUPT untuk diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pasar modal.
Pembelian kembali saham perusahaan publik dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham. Pembelian kembali saham publik hanya dapat dilakukan tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham apabila telah terjadi kondisi pasar modal yang berfluktuasi secara signifikan.

E.     Daftar Pustaka



Undang-undang Nomor  8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-105/BL/2010 tertanggal 13 April 2010 tentang Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik, Nomor XI.B.2

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.04/2013 tertanggal 23 Agustus 2013 tentang  Pembelian Kembali Saham Yang Dikeluarkan Oleh Emiten Atau Perusahaan Publik Dalam Kondisi Pasar Yang Berfluktuasi Secara Signifikan



[1]Berdasarkan pasal 55 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, sejak 31 Desember 2012 , fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, beralih dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan
[5]Selanjutnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas cukup ditulis “UUPT
[6]Lihat pasal 37 ayat (1) UUPT
[7]Kekayaan bersih adalah seluruh jumlah harta kekayaan perseroan dikurangi dengan seluruh jumlah kewajiban perseroan sesuai dengan laporan keuangan terbaru yang disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir (penjelasan pasal 37 ayat [1] huruf a UUPT)
[8]Lihat Pasal 62 ayat (1) UUPT
[9]Selanjutnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal cukup ditulis “UUPM
[10]Lihat penjelasan pasal 154 ayat (1) UUPT.
[11]Penjelasan Pasal 91 UUPM
[12]Penjelasan Pasal 92 UUPM
[13]Dalam penjelasan Pasal 95 UUPM dinyatakan bahwa “Orang Dalam” adalah (i) komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik; (ii) pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik; (iii) orang perseorangan yang karena kedudukan (atau jabatannya dalam lembaga, intitusi dan badan pemerintahan) atau profesinya atau karena hubungan usahanya (atau hubungan kemitraan seperti hubungan nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan dan kreditur) dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi yng materinya dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum; atau Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf (i), huruf (ii), atau huruf (iii) di atas.
[14]Penjelasan Pasal 95 huruf a UUPM
[15]Penjelasan Pasal 95 huruf b UUPM
[16]Penjelasan Pasal 96 UUPM
[17]Lihat Pasal 104 UUPM 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar