Hari Minggu, 13 November 2011, seperti hari
yang baik untuk menikmati pertandingan-pertandingan SEA Games XVI di Jakabaring
Sport City. Jam 10:11 WIB, saya menunggu Bus Rapid Transit Trans Musi (BRT-TM) di
halte Palembang Trade Center. Meski tidak penuh sesak, isteri saya yang sedang
hamil 6 bulan, ibu saya berumur 60 tahun dan adik perempuan saya berumur 28
tahun, tidak dapat duduk karena bangku sudah ditempati oleh anak muda yang
tidak mengerti budaya toleransi terhadap wanita hamil dan orang tua. Oleh karena
disarankan petugas BRT-TM untuk transit di Pasar Gubah, kami pun terperangkap
di halte tersebut. Penuh sesak sampai ke trotoar. Setelah 3 bus yang penuh
sesak berlalu akhirnya kami dapat duduk dengan tenang. Ternyata di halte Mesjid
Agung keadaan lebih parah, dimana lautan manusia yang menyemut di halte
terbuka. Dari anak-anak sekolah sampai orang tua menyuratkan wajah lelah
menunggu dan cemas. Bus kami pun langsung penuh dan AC pun sepertinya tidak
lagi dapat menyejukan ruang bus.
Mobil Parkir di bahu jalan dan trotoar yang diperuntukan pejalan kaki |
Sesampai di halte simpang Jakabaring, halte
lebih penuh sesak lagi saat kami harus kembali transit kembali. Bahkan
kesesakan di halte ini mengundang seorang jurnalis dari televise asing untuk
mengabadikan kesemerawutan siang itu. Setelah dapat bus, saya terkesima dengan
seorang pria berkaos olah raga yang melantangkan untuk memberikan tempat duduk
kepada ibu hamil dan wanita tua. “Jangan memalukan orang Kalimantan, tolong kasih
tempat duduk untuk ibu hamil dan ibu-ibu.”Petugas BRT-TM hanya menghimbau untuk
membayar tiket bagi yang belum mempunyai tiket.
Pejalan kaki tergusur kendaraan yang mengambil trotoar |
Selama perjalanan menuju Jakabaring Sport City,
kami disuguhi oleh kesemerawutan. Mobil dan motor yang parkir di bahu jalan dan
pedestrian (trotoar). Parkir di tempat yang dilarang bahkan parkir tepat di
depan halte BRT-TM Bank Sumselbabel. Selain BRT-TM yang tidak dapat berhenti di
hatlenya, para pejalan kaki pun harus berjalan di jalan raya yang sangat berbahaya.
Jika saja pedagang dan kendaraan ini ditertibkan niscaya kemacetan dan
kesemerawutan tidak akan kita suguhkan ke Asia Tenggara.
Kolam Dekranasda yang kotor dan penuh sampah |
Karena penuh dan bertepatan dengan jam makan
siang, kami putuskan untuk berkunjung ke Sriwijaya International Expo di
Dekranasda Jakabaring. Bus tidak dapat berhenti di haltenya karena tertutup
banyaknya mobil yang tidak mengerti aturan parkir di depan halte. “International”
ala Indonesia adalah pasar malam dan kaki lima. Sepanjang pintu masuk “International
Expo” dipenuhi dengan pedagang kaki lima yang menjajakan dagangan di sepanjang
jalan yang menambah kemacetan. Di gerbang pintu masuk, kami disambut dengan
kolam yang dipenuhi sampah. Dan di dalam tenda ber-AC kami disuguhi dengan
pengunjung pedagang yang buta huruf. Mereka tidak dapat membaca tulisan “No
Smoking”. Mungkin itu ditulis dalam bahasa Inggris, tapi jika tertulis dalam
bahasa Indonesia, saya rasa tidak ada perubahannya.
Perokok di ruang Pameran Sriwijaya International Expo |
International Expo ini tidak dilengkapi dengan pusat
informasi. Kita seperti orang kehilangan arah tentang di mana kamar kecil?
Tidak ada satu pun petugas resmi yang dapat memberikan informasi ini. Bertanya
saja kepada pedagang sekitar kita membutuhkan kamar kecil. Bagaimana caranya
hendak ke Jakabaring Sport City dari Dekranasda Jakabaring? Mengenai hal ini saya
coba bertanya kepada seorang pengemudi bajaj umum di depan pintu gerbang
Dekranasda Jakabaring. Beliau menjajakan jasa tersebut dengan tarif Rp. 5.000,-
per kepala. Maksimal mereka mengangkut 4 orang.
Rebutan Mobil BBG untuk Keluar Jakabaring Sport city |
Kami akhirnya mendapatkan mobil BBG setelah
berhasil rebut-rebutan dengan pengunjung lain. Kami turun di venue Aquatic
Centre. Di venue ini tidak ada tempat perhentian resmi. Pengunjung diturunkan
seenaknya saja oleh pengemudi. Semerawut di luar semerawut di dalam. Ramai
sekali pengunjung sore itu, sehingga tidak ada lagi tempat bagi kami untuk
menyaksikan serunya pertandingan renang sore itu. Kios Information Center tidak
ada petugasnya sehingga kembali kami harus kebingungan untuk mengetahui
informasi pertandingan dan suasana Jakabaring Sport City.
Pengemudi Becak yang mengangkut orang tidak bertanda pengenal |
Kami putuskan pulang saja karena waktu sudah
mulai menunjukkan pukul 15:03 WIB. Kami berencana menggunakan jasa becak, tapi
juru mudinya mengatakan bahwa mereka hanya mengangkut orang yang menggunakan
kartu pengenal (panitia atau atlet) atau dengan kata lain becak ini bukan untuk
pengunjung.
Shuttle bus dan mobil BBG yang kami hendak
naiki selalu mengatakan bahwa mereka hendak mengantar atlet dan panitia.
Sekitar 1 jam kami hanya mondar-mandir meminta mereka mengantarkan kami menuju
pintu keluar Jakabaring Sport City. Mobil truck polisi pun dinaiki oleh
pengunjung yang kesal hendak pulang. Kami pun putuskan untuk berjalan kaki
bersama penunjung yang lain menuju pintu keluar yang jaraknya mencapai kiloan
meter.
Begitu melewati area parkir stadion utama, kami
menghampiri sebuah mobil BBG yang sedang menurunkan properti untuk keperluan
panggung. Kendaraan itupun kami “bajak” untuk mengantar kami ke pintu keluar.
Dalam perjalanan keluar, pengemudi yang tidak muda lagi ini menginformasikan
bahwa mereka diwajibkan memprioritaskan atlet. Jika atlet sudah terangkut maka
prioritas kedua adalah panitia dan terakhir adalah pengunjung. Seharusnya dibagi
jenis kendaraannya.
Perokok di Food Court & Souvenir, padahal tertulis "No Smoking" |
Seharusnya panita membagi jenis kendaraan untuk
masing-masing kepentingan. Misalnya Shuttle Bus dan sepeda dipergunakan untuk
atlet, sedangkan panitia menggunakan mobil golf. Sedangkan mobil BBG
dipergunakan untuk pengunjung, atau mobil BBG yang berwarna tertentu
diperuntukan untuk panitia.
Satu lagi orang yang tidak tahu arti "No Smoking" |
Sesampai di pintu keluar kami sedikit
melemaskan otot dengan berkunjung ke gedung Food Court & Souvenir. Suara
live music sedikit mencairkan kekesalan dan kelelahan kami. Tapi di dalam ruang
ber-AC ini terdapat panitia yang dengan santainya mengepulkan asap rokoknya.
Tidak ada penjagaan pada gedung ini. Padahal sebelum masuk area Jakabaring
Sport City semua orang diperiksa tentang pemilikan rokok ini. Yang membawa akan
disita oleh panitia, bahkan di pintu masuk gedung Food Court & Souvenir
tertulis “No Smoking”. Apa panitia itu memberikan merokok hasil sitaan di pintu
masuk? Entahlah.
Dalam gedung Food Court & Souvenir terdapat
kios Information Center. Saya coba menanyakan bagaimana hendak berkunjung ke
berbagai tempat pertandingan untuk minggu depan. Petugas Information Center itu
menyatakan bahwa mereka hanya memberikan informasi mengenai Food Court &
Souvenir saja. Dalam benak saya, panitia bekerja tidak terintegrasi atau bekerja
sendiri-sendiri. Information Center yang sangat tidak berguna.
Parkir berlapis di bahu jalan mempersempit jalur kendaraan menjadi 2 jalur |
Keluar dari Jakabaring Sport City, pemandangan
lautan orang yang tidak terangkut. Kemacetan yang siang tadi ternyata sampai
sore tetap disuguhkan kepada semua masyarakat Asia Tenggara. Tidak ada tempat
lagi buat kami di halte Jakabaring Sport Center sehingga kami putuskan untuk
menelepon layanan taksi yang memiliki call center 24 jam. Telepon ke nomor
tersebut tidak ada yang menjawab. Ternyata isteri saya menyimpan nomor salah
satu juru mudinya. Setelah terhubung beliau menolak menjemput kami di
Jakabaring dengan alasan kemacetan. Taksi berskala nasional ini terlihat mondar-mandir
juga di kawasan Jakabaring, tapi begitu kami memberikan tanda untuk menggunakan
jasa mereka menolak dan berlalu. Ada sekitar 3 taksi yang berlalu meninggalkan
kami. Sungguh tidak berguna juga taksi ini beroperasi di Palembang.
Kami putuskan berjalan menuju halte Bank
Sumselbabel yang juga telah dipenuhi orang-orang yang hendak pulang. Jam sudah
menunjukkan pukul 17:31 WIB, BRT-TM yang selalu penuh sesak hanya melalui halte
kami dengan lambaian tangan.
Tidak ada angkutan umum lain selain BRT-TM yang
dapat menuju Jakabaring Sport Center. Becak menjadi alternatif terakhir setelah
BRT-TM yang selalu penuh sesak. Becak dari Bank Sumselbabel menuju simpang
Jakabaring dipatok oleh mereka seharga Rp. 20.000,- Mau tidak mau kami naik
becak menuju simpang Jakabaring agar dapat melanjutkan perjalanan pulang
menggunakan angkutan umum lainnya.
1.
Pergilah
pada pagi hari untuk menghindari kesesakan dalam BRT-TM
2.
Bawalah
air minum dan makanan yang cukup, topi atau payung untuk menjaga stamina dari
suasana yang sangat padat
3.
Pergunakan
alas kaki yang nyaman karena akan banyak melakukan aktivitas dengan kaki
4.
Bawalah
barang seperlunya saja dan uang yang cukup banyak. Susah sekali mencari
anjungan tunai mandiri di kawasan Jakabaring
5.
Tidak
membawa wanita hamil, anak-anak belum sekolah, dan orang tua
6.
Jika
berpergian menggunakan kendaraan pribadi, tidak parkir di bahu jalan dan
trotoar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar