Terkadang menjadi seorang supervisor atau atasan terhadap beberapa staff terlihat nyaman sekali. Tentu penghasilan lebih besar dari staff dan memiliki "kekuatan" bertindak lebih besar dibanding staff. Tapi secara psikologis, jadi seorang "bos" tidak seperti dibayangkan. Menurut Allison Green, ada beberapa hal yang tidak mengenakan sebagai "bos"
- Sebagai bos, kita terkadang membuat keputusan yang tidak populer terhadap staff. Misalnya memerintahkan staff untuk mempercepat masa cuti karena hal-hal mendesak.
- Sebagai bos, kita harus mengatakan bahwa kinerja staff kita tidak baik bahkan buruk. Untuk melakukan penilaian, kita ingin semua staff kita berkinerja baik, dan tidak semua orang suka dikatakan bahwa kinerjanya jelek
- Sebagai bos, kita harus berani memecat staff yang tidak produktif. Perlu persiapan mental yang baik untuk mengatakan bahwa besok kamu tidak perlu kerja lagi karena kamu dipecat
- Sebagai bos, kita harus berani mengatakan "tidak". Mengatakan "tidak" untuk staff yang hendak meminta kenaikan gaji atau liburan panjang
- Sebagai bos, kita harus dapat menjadi orang yang dipersalahkan pemilik atas kesalahan yang dilakukan oleh staff kita. Staff adalah tanggung jawab kita, kesalahan mereka adalah kelemahan supervisi kita terhadapnya
- Sebagai bos, keputusan yang kita buat adalah pertaruhan atas jabatan kita. Memang tidak ada yang sempurna, tentunya setiap keputusan tetap dimungkin memiliki kelemahan. Tugas bos-lah yang meminimalisir kelemahan-kelemahan tersebut
- Sebagai bos, kita harus menegakan keputusan pemilik yang mungkin juga tidak kita sukai. Misalnya keputusan tidak memberikan bonus harus disampaikan kepada seluruh bawahan, yang juga termasuk kita juga tidak menerima bonus
- Sebagai bos, tindak tanduk kita akan menjadi bahan pembicaraan staff kita. Misalnya kita telah masuk kantor, pasti akan jadi bahan pembicaraan staff kita
- Sebagai bos, kita harus siap tidak disukai staff kita yang bukan penjilat. Tidak semua orang akan bermanis muka dan menerima setiap perkataan dan perbuatan kita. Mungkin dalam suasaan hati yang tidak baik, kita bisa memutuskan keputusan tanpa menggunakan logika yang berdampak buruk bagi staff kita yang juga bersuasana hati tidak baik juga
- Sebagai bos, kita akan memiliki jarak pertemanan dengan staff kita. Jarak antara bos dan staff pasti ada, sebagai bos yang baik tentunya jarak pertemanan akan semakin sempit, tapi tetap berjarak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar