Pembentuk undang-undang menetapkan
bahwa dalam pemberian testamen dapat dilakukan dalam bentuk secara umum atau dengan
alas hak umum dan dengan alas hak khusus. Dalam banyak literatur, bentuk
testamen dibagi menjadi erfstelling untuk bentuk secara umum atau dengan alas
hak umum dan legaat untuk alas hak khusus.
Yang
dimaksud dengan alas hak umum atau erfstelling adalah pewasiat dalam penentuan
dalam testamen kepada yang ditunjuk olehnya tanpa menentukan bendanya secara
khusus. Ketetapan pewasiat untuk memberikan seluruh harta peninggalan atau
sebagian secara seimbang harta peninggalan, misalnya seperdua, sepertinga dan
sebagainya kepada seorang atau beberapa orang yang ditunjuknya (pasal 954 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata). Penerima testamen dalam erfstelling mempunyai
kedudukan sebagai ahli waris ab intestate, dimana ahli waris itu tidak hanya
menerima hak yang melekat pada harta peninggalan saja akan tetapi juga
kewajiban-kewajibannya seperti membayar utang pewasiat (pasal 955 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata).
Yang
dimaksud dengan alas hak khusus atau legaat adalah pewasiat dalam penentuan
testamen kepada yang ditunjuk olehnya dengan menentukan benda tertentu atau
sekumpulan benda tertentu. Pewasiat dalam ketetapannya memberikan harta
peninggalannya secara khusus seperti suatu atau semua rumah atau suatu atau
semua kendaraan (sebagian atau semua barang bergerak atau tidak bergerak) milik
pewasiat atau hak memetik hasil atas semua atau sebagian harta peninggalan
(pasal 957 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Kedudukan penerima testamen
dalam legaat bukan sebagai ahli waris ab intestato karena khusus berhak atas harta
peninggalan tertentu sehingga dapat juga menuntut diserahkan kepadanya harta
peninggalan tertentu tersebut dari ahli waris (pasal 958 jo. pasal 959 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata).
Penggunaan
testamen yang dilakukan menggunakan akta dapat menggunakan judul akta berupa pengangkatan
waris atau hibah wasiat atau judul apa saja. Pembentuk undang-undang tidak
mempermasalahkan judul akta untuk pemberian testamen. Akan tetapi syarat dan
ketentuan dalam testamen hanya dan wajib mengikuti segala syarat dan ketentuan
dalam pasal 874 sampai dengan pasal 1004 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Ayat
(2) dari pasal 876 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini meletakkan sifat dwingen
pada lembaga testamen hanya dan wajib sesuai dengan Bab XIII Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar