Begitu pertama kali aku menapakan kaki di Singapura tahun 2006, sudah disugesti agar tidak melakukan hal sepele yang dapat berakibat fatal. Makan permen karet, meludah atau merokok di tempat umum dapat dikenakan denda yang nilainya jutaan rupiah.
Ketaatan warganegara Singapura pada hukum terlihat di sekitaran Orchard Road. Hampir di setiap tong sampah di sekitaran Orchard Road berkerumun orang-orang dari berbagai lapisan, mulai dari orang kantoran yang berkemeja dan berdasi sampai orang yang hanya mengenakan t-shirt dan celana pendek, hanya untuk menikmati satu dua batang rokok. Mereka sadar hukum dan peduli dengan sesamanya yang tidak merokok, jika berkeliaran dengan rokok menyala di tangan mereka akan kena sanksi denda yang berat dan benar-benar dijatuhkan serta sampah rokok berupa puntung, abu dan asapnya dapat merusak kesehatan dan keindahan negara kota mereka.
Indonesia malah sebaliknya, sudah ditempel tentang peraturan tentang larangan merokok di tempat umum pun masih saja dilakukan. Apakah orang yang merokok itu buta huruf? Saya rasa tidak karena kalau mereka buta huruf pasti mereka tidakbisa membedakan merek rokok. Orang Indonesia tidak taat hukum karena hukum tidak dilaksanakan dengan benar oleh pemerintah dan tidak ingin negera ini rapi dan indah. Kejadian saya alami ketika ada seminar di sebuah hotel. Ada seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berpakaian pertahanan sipil warna hijau yang mengikuti seminar itu. Di sebuah hotel berbintang dengan ruangan yang mengunakan air conditioner, dengan santainya PNS itu menyalakan rokok. Ketika ditegur oleh satuan pengamanan setempat dengan mudahnya beliau menjawab "Dendanya nanti aku bayar, kan kami juga yang buat aturan itu".
Kembali lagi ke Singapura. Sepertinya semua orang mentaati aturan-aturan hukum di sana tapi saya menemukan seorang sopir taksi yang tidak taat hukum di sana. Cerita kami ingin melihat bagaimana wisata belanja tengah malam di Singapura, dan tujuannya adalah Mustafa Shopping Centre. Kami ke sana menggunakan jasa Mass Rapid Transit (MRT) dari Dhoby Ghaut, karena hotel kami di sekitaran Brasbasah Road, sekitar pukul 11:00 waktu Singapura. Setelah asyik berbelanja dan menyaksikan orang-orang berbelanja tengah malam kami pun memutuskan untuk pulang ke hotel. Jam sudah menunjukan pukul 02:20 waktu Singapura dan MRT telah berhenti beroperasi sejak pukul 11:30 waktu Singapura. Karena kami cuma bertiga maka kami putuskan menggunakan jasa taksi. Sopir taksi berwajah oriental itu bertampang lugu. Ketika melewati Victoria street dengan sopir tersebut dengan cepat menurunkan kaca jendela dan meludah. Aku yang duduk di sebelahnya langsung melihatnya dengan wajah sinis. Dia langsung menjawab "it's OK there is no CCTV around here".
Ternyata tidak semua orang Singapura taat hukum, sama seperti Indonesia juga tergantung pengawas dan waktu. Sopir itu secara tidak langsung mengajarkan kami untuk melanggar hukum butuh pengalaman, karena sebagai sopir taksi beliau tahu di mana-mana saja dapat melanggar hukum. Mungkin sudah menjadi sifat dasar manusia yang suka dengan tantangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar