BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada
tanggal 06 Oktober 2004, Presiden Republik Indonesia dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris yang telah diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Nomor 4432[1]. Ketentuan
ini menggantikan Reglement Op Het Notaris Ambt in Indonesie (Staatsblad 1860:3)
yang telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954
Nomor 101, Tambahan Nomor 700 yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum dari masyarakat Indonesia. Pembaruan dan
pengaturan kembali ini dimaksudkan untuk menciptakan kesatuan atau unifikasi
hukum tentang jabatan notaris di seluruh wilayah hukum negara kesatuan Republik
Indonesia.
Kesatuan
atau unifikasi yang ingin diciptakan tidak boleh direndahkan kehormatan dan
martabatnya oleh notaris itu sendiri sehingga diperlukan kaedah-kaedah moral dalam
menjalankan fungsinya sebagai pejabat umum dan profesional memilik standar
perilaku yang seragam dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dalam suatu
perkumpulan. Kaedah moral yang menjadi sandaran dalam menjaga martabat dan
kehormatan notaris adalah kode etik notaris.
Oleh
karena jabatan dan profesi notaris berlandaskan atas pelayanan yang mandiri
maka dalam menjalankan tugasnya notaris harusnya objektif, tidak
pamrih, rasionalistis, dan
tetap juga solidaritas antarsesama notaris. Perilaku Notaris yang baik dapat diperoleh
dengan berlandaskan pada Kode Etik Notaris, maka Kode Etik Notaris mengatur mengenai
hal-hal yang harus ditaati oleh seorang Notaris dalam dan/atau di luar menjalankan jabatan dan profesinya.
Menurut Menteri Hukum
dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, per April 2011, tercatat sekitar 9.732 notaris yang telah menjalankan profesinya di wilayah hukum Indonesia.
Pengaturan dalam bentuk Kode Etik dapat menciptakan keteraturan dalam beprofesi.
Masih menurut Menteri tersebut dibutuhkan sekitar 11.326 orang notaris sampai dengan tahun 2014[2]
sehingga dapat dibayangkan jika tidak ada etika yang membentengi notaris dalam
menjalankan profesinya. Puluhan ribu notaris nantinya akan saling tidak
menghormati dan menghargai satu sama lain bahkan mencederai profesi dan jabatan
yang sangat bermartabat dalam melakukan tugasnya.
Sebagai pejabat yang tidak menikmati kas negara dalam
mencukupi kebutuhannya, notaris sebagai pribadi juga dituntut untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri dan karyawannya. Pemenuhan kebutuhan hidup
setidaknya tetap menjaga etika pergaulan notaris secara makro. Terkadang atas
alasan biaya kelangsungan hidup, notaris membenturkannya dengan etika sehingga
mencederai tata pergaulan notaris.
Notaris berlomba-lomba membukukan nomor akta
setinggi-tingginya. Promosi diri sepertinya dilakukan secara terselubung dengan
mengenyampingkan Kode Etik yang telah disumpahkan pada saat diangkat menjadi
notaris.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana rumusan kode
etik notaris di Indonesia?
2. Bagaimana
faktualisasi promosi notaris di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini adalah mengetahui tentang
kode etik notaris di Indonesia dan pelaksanaan promosi notaris di Indonesia
secara faktual. Manfaat penulisan makalah ini adalah membantu mencarikan solusi
terbaik agar promisi yang dilakukan tidak melanggar kode etik notaris di
Indonesia.
D.
Metode
Penulisan
Penulis menggunakan metode studi pustaka dan browsing
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kode Etik
Notaris di Indonesia
Atas perintah UUJN dalam pasal 83 ayat (1) berhubungan
dengan pasal 89, Ikatan Notaris Indonesia[3]
sebagai suatu perkumpulan atau organisasi kenotarisan di Indonesia yang diakui
oleh pemerintah[4],
diwajibkan membentuk kode etik yang berlandaskan pada UUJN. Pada tanggal 27
Januari 2005, INI dalam Kongres Luar Biasa di Bandung menetapkan 15 Pasal Kode
Etik Notaris sesuai dengan perintah UUJN.
Pasal 3 Kode
Etik mengatur mengenai hal yang wajib dimiliki dan
dilakukan seorang notaris dalam melakukan profesinya
yaitu sebagai
berikut:
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.
3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan
4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab
berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki
tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
6.
Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara.
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan
jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
8. Menetapkan satu kantor di tempat
kedudukan dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas
jabatan sehari-hari.
9. Memasang 1 (satu) buah pagan nama di depan/di
lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60
cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat: (a) Nama lengkap dan gelar yang sah; (b) Tanggal dan Nomor Surat Keputusan; (c) Tempat kedudukan; (d) Alamat kantor dan Nomor telepon/fax.
Dasar
papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama
harus jelas dan mudah dibaca kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak
memungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud.
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap
kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan;
menghormati, mematuhi, melaksanakan
setiap dan seluruh keputusan perkumpulan.
11. Membayar
uang iuran perkumpulan secara tertib.
12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman
sejawat yangmeninggal dunia.
13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan.
14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan danpenandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasanyang sah.
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakantugas
jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat
secara baik, saling menghormati, saling menghargai, salingmembantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi
dan tali silaturahim.
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakanstatus ekonomi
dan/atau status sosialnya.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban
untuk mentaati dan melaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan
yang tercantum dalam UUJN, Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, Isi Sumpah
Jabatan Notaris, Anggaran Dasar dan Rumah tangga INI.
Pasal 4 Kode Etik Notaris INI meletakkan nilai-nilai
moralitas notaris di Indonesia dalam 15 larangan berupa:
1. Mempunyai lebih dari 1(satu) kantor, baik kantor cabang maupun kantor
perwakilan[5].
2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi "Notaris/Kantor
Notaris" di luar lingkungan kantor.
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama dan
jabatannya, menggunakan sarana
media cetak dan atau elektronik dalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan bela sungkawa, ucapan
terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor baik
dalam bidang sosial, keagamaan maupun olahraga.
4. Bekerjasama dengan biro jasa/orang/Badan
Hukum yang pada hakikatnya bertindak
sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
5.
Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah disiapkan oleh pihak
lain.
6. Mengirimkan
minuta kepada klien untuk ditandatangani.
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan
apapun agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu
ditujukan langsung kepada klien yang
bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.
8. Melakukan pemaksaan kepada klien
dengan cara menahan dokumen-dokumen yang
telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan
maksud agar klien tersebut tetap membuat akta, padanya.
9. Melakukan usaha-usaha baik langsung
maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak
sehat dengan sesama rekan Notaris.
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien
dengan jumlah lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih
berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari
Notaris yang bersangkutan.
12. Menjelekkan dan/atau
mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta,yang dibuat
oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang
serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan
kepada rekan sejawat yangbersangkutan atas
kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifatmenggurui,
melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien
yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
13. Membentuk kelompok sesama rekan
sejawat yang bersifat eksklusif dengantujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau
lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
14. Menggunakan dan mencantumkan
gelar yang tidak sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku. Mencantumkan gelar
yang tidak sahmerupakan tindak pidana,
sehingga Notaris dilarang menggunakan gelar-gelar tidak sah yang dapat
merugikan masyarakat dan Notaris itu sendiri.
15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum
disebut sebagaipelanggaran terhadap, Kode
Etik Notaris, antara lain namun tidak terbataspada pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam
UUJN; Penjelasan Pasal 19 ayat
(2) UUJN; Isi Sumpah Jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga dan/ atau keputusan-keputusan lain yang sudah ditetapkan
organisasi INI yang tidak boleh dilakukan anggota.
Mengenai apa yang
diwajibkan dan dilarang seorang notaris dalam melakukan profesinya, Kode Etik
juga memberikan dispensasi atau pengecualian yang dapat dijadikan alasan
pembenar agar tidak dikategorikan sebagai perlanggaran Kode Etik. Pasal 5 Kode Etik mengatur
pengecualian yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan ucapan selamat, ucapan duka cita dengan menggunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.
2. Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan
telex yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instansi
dan atau lembaga-lembaga resmi lainnya.
3. Memasang 1 (satu) tanda
penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 x 50 cm, dasar berwarna putih,
huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan
nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari
Kantor Notaris.
Sebagai alat pemaksa dalam menegakkan Kode Etik, INI memaktubkan mengenai
sanksi pada pasal 6 Kode Etik Notaris, yakni berupa teguran, peringatan, schorsing (pemecatan sementara), onzetfing
(pemecatan) dan pemberhentian
dengan tidak hormat yang disesuai dengan kualitas
pelanggaran yang dilakukan notaris.
Penjatuhan
sanksi secara internal berdasarkan
Kode Etik dilakukan oleh Dewan Kehormatan terhadap
notaris yang melakukan pelanggaran. Akan tetapi tidak terbatas pada penjatuhan
sanksi saja, Dewan Kehormatan juga memiliki fungsi preventif dengan melakukan
pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan dan memberikan saran dan/atau pendapat
kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik. Penjatuhan sanksi pada tingkat pertama dilaksanakan
oleh Dewan Kehormatan Daerah setelah memeriksa bukti-bukti
pelanggaran. Sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan
Kehormatan Daerah tidak wajib dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Pengurus
Daerahnya, kecuali yang dijatuhkan adalah
sanksi
pemberhentian sementara (schorsing)
atau pemecatan (onzetting). Dewan Kehormatan Wilayah berhak memeriksa dan menjatuhan
sanksi pada tingkat banding atas sanksi schorsing atau onzetting yang diputuskan Dewan
Kehormatan Daerah. Jika suatu daerah tidak atau
belum memiliki Dewan Kehormatan Daerah maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah
atas notaris yang daerahnya tidak memiliki Dewan Kehormatan Daerah tersebut maka
putusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan dalam tingkat
banding. Tingkat akhir pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dilakukan
oleh Dewan Kehormatan Pusat. Putusan Dewan
Kehormatan Wilayah yang berisi penjatuhan sanksi schorsing atau onzetting
dapat dimintakan pemeriksaan
pada tingkat terakhir kepada Dewan
Kehormatan Pusat[6].
Pelaksanaan eksekusi atas sanksi yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan
Kehorrnatan Wilayah dan Dewan
Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Penqurus Daerah. Khusus untuk sanksi schorsing, sanksi
onzetting dan pemberhentian
dengan tidak hormat wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis
Pengawas Daerah dan tembusannya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia[7].
B.
Faktualisasi
Promosi Notaris di Indonesia
Notaris pada prinsipnya tidak diperkenankan
mempromosikan diri secara langsung. Promosi yang dilakukan seharusnya sifatnya
hanya dari mulut ke mulut dari orang yang merasa nyaman atas pelayanan yang
telah dilakukan oleh seorang notaris.
Prinsip tersebut tetap dipegang teguh oleh notaris.
Secara terang-terangan tidak mempromosikan diri dalam menjalankan profesinya.
Tidak terlihat baik dalam media cetak maupun elektronik, seorang notaris mempromosikan
diri melalui media tersebut. Akan tetapi sedikit banyak juga dijumpai dalam
bentuk ucapan selamat atas suatu hal yang disampaikan oleh seorang notaris
dalam media cetak.
Selain mengenakan identitas berupa nama notaris dan
alamat kantor yang dicantumkan kolom surat kabar, notaris bahkan menyertakan
lambang burung Garuda Pancasila yang menjadi identitas pejabat umum notaris.
Pencantuman lambang burung Garuda Pancasila dalam kartu nama saja pada
prinsipnya melanggar Kode Etik[8].
Media cetak dan media elektronik pada prinsipnya
digunakan oleh pihak tertentu untuk menyebarluaskan informasi mengenai hal
tertentu. Sarana ini pada awalnya sangat efektif untuk menyampaikan berita dan
informasi kepada khalayak ramai. Asas publisitas secara tidak resmi dapat
dilakukan melalui media cetak dan elektronik.
Dengan
dicantumkannya ucapan selamat yang menyatakan dari notaris tertentu maka secara
tidak langsung notaris tersebut telah mempublikasikan kepada khalayak umum
bahwa beliau merupakan notaris dengan alamat tersebut. Melalui media cetak dan
media elektronik tersebut juga khalayak umum dapat mengetahu kedudukan
seseorang secara faktual dan intelektual.
Media
cetak memiliki ruang yang lebih sempit daripada media elektronik sehingga efek domino
dari pencantuman ucapan pada media cetak tidak sebesar pada media elektronik.
Media elektronik khususnya jaringan internet memiliki batas ruang dan waktu
yang lebih luas. Pada umumnya notaris yang memanfaatkan sarana internet
menggunakan bentuk blog dalam mempromosikan dirinya sebagai seorang notaris. Pada
umumnya promosi yang dilakukan oleh notaris pada media internet tidak
mencantumkan alamat. Para notaris mempromosikan diri dengan berbagai tulisan
dan pandangan mereka pada masalah atau isu tertentu. Kekuatan intelektual lebih
ditonjolkan oleh para notaris dalam mempromosikan diri melalui media internet.
Lebih
sempit dari media cetak dan media elektronik adalah media “karangan bunga”.
Sedikit banyak juga notaris dalam menjaga hubungan relasi dengan kliennya
menggunakan media ini untuk ikut mempromosikan dirinya. Meskipun tidak secara
jelas menyatakan alamatnya akan tetapi melalui media “karangan bunga” dapat
juga secara tidak langsung menyampaikan pesan tentang jabatannya sebagai
seorang notaris.
Pada
prinsipnya segala bentuk promisi adalah bertentangan dengan kode etik kecuali
yang dikecualikan oleh kode etik. Dari media elektronik yang sangat luas
implementasi seperti internet sampai ke media “karangan bunga” yang sempit
cakupannya, notaris dituntut dapat membedakan kedudukannya dalam kehidupan
sosial atau tidak membawa status notarisnya. Hal ini untuk menjaga keseimbangan
antarnotaris agar dalam menjalankan tugasnya sebagai saling menghormati dan menjaga martabat
masing-masing.
BAB III
KESIMPULAN
Notaris sebagai pejabat umum merupakan
kedudukan yang bermartabat dan terhormat. Tanggung
jawab notaris sebagai pejabat umum
diatur dalam Kode Etik untuk menjaga kewibawaan dan
kehormatan seorang notaris. Kode Etik Notaris di Indonesia
mengatur secara perkumpulan tentang yang harus dimiliki oleh seorang notaris
secara pribadi dan administratif, larangan, kewajiban, pengecualian dan sistem penjatuhan
sanksi
Notaris sebagai profesi merupakan jabatan yang menuntut kemandirian khususnya
secara finansial. Meskipun pada prinsipnya tidak diperkenankan melakukan
publikasi yang tidak bermartabat, faktanya publikasi diri notaris banyak dilakukan melalui mulut
ke mulut, pemberian kartu nama, “karangan bunga”, media cetak berupa ucapan
atas suatu peristiwa dan media elektronik khususnya internet dalam bentuk tulisan-tulisan
tentang pendapat notaris pada blog pribadi. Apapun bentuk promosi jabatan notaris baik itu dalam bentuk
media cetak maupun elektronik sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 4 dan
pasal 5 Kode Etik Notaris maka diperkenankan dilakukan.
[1]
Selanjutnya
Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diumumkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Nomor 44321disingkat
sebagai UUJN
[3] Selanjutnya
Ikatan Notaris Indonesia disingkat sebagai INI
[4]
Pengakuan INI sebagai satu-satunya organisasi yang profesional berbentuk
badan hukum termaktub dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan
tertanggal 17 Januari 2003
[5]
Lihat pasal 19 UUJN
[7]
Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar