Kamis, 01 November 2012

Faktualisasi Promosi dalam Ruang Lingkup Kode Etik Notaris


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pada tanggal 06 Oktober 2004, Presiden Republik Indonesia dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan  Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Nomor 4432[1]. Ketentuan ini menggantikan Reglement Op Het Notaris Ambt in Indonesie (Staatsblad 1860:3) yang telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Nomor 700 yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum dari masyarakat Indonesia. Pembaruan dan pengaturan kembali ini dimaksudkan untuk menciptakan kesatuan atau unifikasi hukum tentang jabatan notaris di seluruh wilayah hukum negara kesatuan Republik Indonesia.
Kesatuan atau unifikasi yang ingin diciptakan tidak boleh direndahkan kehormatan dan martabatnya oleh notaris itu sendiri sehingga diperlukan kaedah-kaedah moral dalam menjalankan fungsinya sebagai pejabat umum dan profesional memilik standar perilaku yang seragam dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dalam suatu perkumpulan. Kaedah moral yang menjadi sandaran dalam menjaga martabat dan kehormatan notaris adalah kode etik notaris.
Oleh karena jabatan dan profesi notaris berlandaskan atas pelayanan yang mandiri maka dalam menjalankan tugasnya notaris harusnya objektif, tidak pamrih, rasionalistis, dan tetap juga solidaritas antarsesama notaris. Perilaku Notaris yang baik dapat diperoleh dengan berlandaskan pada Kode Etik Notaris, maka Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati oleh seorang Notaris dalam dan/atau di luar menjalankan jabatan dan profesinya.
Menurut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, per April 2011, tercatat sekitar 9.732 notaris yang telah menjalankan profesinya di wilayah hukum Indonesia. Pengaturan dalam bentuk Kode Etik dapat menciptakan keteraturan dalam beprofesi. Masih menurut Menteri tersebut dibutuhkan sekitar 11.326 orang notaris sampai dengan tahun 2014[2] sehingga dapat dibayangkan jika tidak ada etika yang membentengi notaris dalam menjalankan profesinya. Puluhan ribu notaris nantinya akan saling tidak menghormati dan menghargai satu sama lain bahkan mencederai profesi dan jabatan yang sangat bermartabat dalam melakukan tugasnya.
Sebagai pejabat yang tidak menikmati kas negara dalam mencukupi kebutuhannya, notaris sebagai pribadi juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan karyawannya. Pemenuhan kebutuhan hidup setidaknya tetap menjaga etika pergaulan notaris secara makro. Terkadang atas alasan biaya kelangsungan hidup, notaris membenturkannya dengan etika sehingga mencederai tata pergaulan notaris.  
Notaris berlomba-lomba membukukan nomor akta setinggi-tingginya. Promosi diri sepertinya dilakukan secara terselubung dengan mengenyampingkan Kode Etik yang telah disumpahkan pada saat diangkat menjadi notaris.
B.      Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana rumusan kode etik notaris di Indonesia?
2. Bagaimana faktualisasi promosi notaris di Indonesia?
C.   Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini adalah mengetahui tentang kode etik notaris di Indonesia dan pelaksanaan promosi notaris di Indonesia secara faktual. Manfaat penulisan makalah ini adalah membantu mencarikan solusi terbaik agar promisi yang dilakukan tidak melanggar kode etik notaris di Indonesia.
D.     Metode Penulisan
Penulis menggunakan metode studi pustaka dan browsing internet.
  
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kode Etik Notaris di Indonesia
Atas perintah UUJN dalam pasal 83 ayat (1) berhubungan dengan pasal 89, Ikatan Notaris Indonesia[3] sebagai suatu perkumpulan atau organisasi kenotarisan di Indonesia yang diakui oleh pemerintah[4], diwajibkan membentuk kode etik yang berlandaskan pada UUJN. Pada tanggal 27 Januari 2005, INI dalam Kongres Luar Biasa di Bandung menetapkan 15 Pasal Kode Etik Notaris sesuai dengan perintah UUJN.
Pasal 3 Kode Etik mengatur mengenai hal yang wajib dimiliki dan dilakukan seorang notaris dalam melakukan profesinya yaitu sebagai berikut:
1.    Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
2.    Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris.
3.    Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan
4.    Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.
5.    Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara.
7.    Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. 
8.  Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
9.    Memasang 1 (satu) buah pagan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat: (a) Nama lengkap dan gelar yang sah; (b) Tanggal dan Nomor Surat Keputusan; (c) Tempat kedudukan; (d) Alamat kantor dan Nomor telepon/fax.
Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus jelas dan mudah dibaca kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak memungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud.
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan.
11. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib.
12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yangmeninggal dunia.
13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan.
14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan danpenandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasanyang sah.
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakantugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, salingmembantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim.
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakanstatus ekonomi dan/atau status sosialnya.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk mentaati dan melaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam UUJN, Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, Isi Sumpah Jabatan Notaris, Anggaran Dasar dan Rumah tangga INI.
Pasal 4 Kode Etik Notaris INI meletakkan nilai-nilai moralitas notaris di Indonesia dalam 15 larangan berupa:
1.    Mempunyai lebih dari 1(satu) kantor, baik kantor cabang maupun kantor perwakilan[5].
2.    Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi "Notaris/Kantor Notaris" di luar lingkungan kantor.
3.    Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan atau elektronik dalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan bela sungkawa, ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor baik dalam bidang sosial, keagamaan maupun olahraga.
4. Bekerjasama dengan biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakikatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.
5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah disiapkan oleh pihak lain.
6.  Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani.
7.    Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agar seseorang berpindah dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.
8.    Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta, padanya.
9.    Melakukan usaha-usaha baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan.
11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.
12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta,yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yangbersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifatmenggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengantujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi.
14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku. Mencantumkan gelar yang tidak sahmerupakan tindak pidana, sehingga Notaris dilarang menggunakan gelar-­gelar tidak sah yang dapat merugikan masyarakat dan Notaris itu sendiri.
15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagaipelanggaran terhadap, Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbataspada pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam UUJN; Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN; Isi Sumpah Jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/ atau keputusan-keputusan lain yang sudah ditetapkan organisasi INI yang tidak boleh dilakukan anggota.
Mengenai apa yang diwajibkan dan dilarang seorang notaris dalam melakukan profesinya, Kode Etik juga memberikan dispensasi atau pengecualian yang dapat dijadikan alasan pembenar agar tidak dikategorikan sebagai perlanggaran Kode Etik. Pasal 5 Kode Etik mengatur pengecualian yaitu sebagai berikut:
1.    Memberikan ucapan selamat, ucapan duka cita dengan menggunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja.
2.    Pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instansi dan atau lembaga-lembaga resmi lainnya.
3. Memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari Kantor Notaris.
Sebagai alat pemaksa dalam menegakkan Kode Etik, INI memaktubkan mengenai sanksi pada pasal 6 Kode Etik Notaris, yakni berupa teguran, peringatan, schorsing (pemecatan sementara), onzetfing (pemecatan) dan pemberhentian dengan tidak hormat yang disesuai dengan kualitas pelanggaran yang dilakukan notaris.
Penjatuhan sanksi secara internal berdasarkan Kode Etik dilakukan oleh Dewan Kehormatan terhadap notaris yang melakukan pelanggaran. Akan tetapi tidak terbatas pada penjatuhan sanksi saja, Dewan Kehormatan juga memiliki fungsi preventif dengan melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan dan memberikan saran dan/atau pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran Kode Etik. Penjatuhan sanksi pada tingkat pertama dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Daerah setelah memeriksa bukti-bukti pelanggaran. Sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan Daerah tidak wajib dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Pengurus Daerahnya, kecuali yang dijatuhkan adalah sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting). Dewan Kehormatan Wilayah berhak memeriksa dan menjatuhan sanksi pada tingkat banding atas sanksi schorsing atau onzetting yang diputuskan Dewan Kehormatan Daerah. Jika suatu daerah tidak atau belum memiliki Dewan Kehormatan Daerah maka keputusan Dewan Kehormatan Wilayah atas notaris yang daerahnya tidak memiliki Dewan Kehormatan Daerah tersebut maka putusan Dewan Kehormatan Wilayah tersebut merupakan keputusan dalam tingkat banding. Tingkat akhir pemeriksaan dan penjatuhan sanksi dilakukan oleh Dewan Kehormatan Pusat. Putusan Dewan Kehormatan Wilayah yang berisi penjatuhan sanksi schorsing atau onzetting dapat dimintakan pemeriksaan pada tingkat terakhir kepada Dewan Kehormatan Pusat[6].
Pelaksanaan eksekusi atas sanksi yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehorrnatan Wilayah dan Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Penqurus Daerah. Khusus untuk sanksi schorsing, sanksi onzetting dan pemberhentian dengan tidak hormat wajib diberitahukan oleh Pengurus Pusat kepada Majelis Pengawas Daerah dan tembusannya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia[7].
B.      Faktualisasi Promosi Notaris di Indonesia
Notaris pada prinsipnya tidak diperkenankan mempromosikan diri secara langsung. Promosi yang dilakukan seharusnya sifatnya hanya dari mulut ke mulut dari orang yang merasa nyaman atas pelayanan yang telah dilakukan oleh seorang notaris.
Prinsip tersebut tetap dipegang teguh oleh notaris. Secara terang-terangan tidak mempromosikan diri dalam menjalankan profesinya. Tidak terlihat baik dalam media cetak maupun elektronik, seorang notaris mempromosikan diri melalui media tersebut. Akan tetapi sedikit banyak juga dijumpai dalam bentuk ucapan selamat atas suatu hal yang disampaikan oleh seorang notaris dalam media cetak.
Selain mengenakan identitas berupa nama notaris dan alamat kantor yang dicantumkan kolom surat kabar, notaris bahkan menyertakan lambang burung Garuda Pancasila yang menjadi identitas pejabat umum notaris. Pencantuman lambang burung Garuda Pancasila dalam kartu nama saja pada prinsipnya melanggar Kode Etik[8].
Media cetak dan media elektronik pada prinsipnya digunakan oleh pihak tertentu untuk menyebarluaskan informasi mengenai hal tertentu. Sarana ini pada awalnya sangat efektif untuk menyampaikan berita dan informasi kepada khalayak ramai. Asas publisitas secara tidak resmi dapat dilakukan melalui media cetak dan elektronik.
Dengan dicantumkannya ucapan selamat yang menyatakan dari notaris tertentu maka secara tidak langsung notaris tersebut telah mempublikasikan kepada khalayak umum bahwa beliau merupakan notaris dengan alamat tersebut. Melalui media cetak dan media elektronik tersebut juga khalayak umum dapat mengetahu kedudukan seseorang secara faktual dan intelektual.
Media cetak memiliki ruang yang lebih sempit daripada media elektronik sehingga efek domino dari pencantuman ucapan pada media cetak tidak sebesar pada media elektronik. Media elektronik khususnya jaringan internet memiliki batas ruang dan waktu yang lebih luas. Pada umumnya notaris yang memanfaatkan sarana internet menggunakan bentuk blog dalam mempromosikan dirinya sebagai seorang notaris. Pada umumnya promosi yang dilakukan oleh notaris pada media internet tidak mencantumkan alamat. Para notaris mempromosikan diri dengan berbagai tulisan dan pandangan mereka pada masalah atau isu tertentu. Kekuatan intelektual lebih ditonjolkan oleh para notaris dalam mempromosikan diri melalui media internet.
Lebih sempit dari media cetak dan media elektronik adalah media “karangan bunga”. Sedikit banyak juga notaris dalam menjaga hubungan relasi dengan kliennya menggunakan media ini untuk ikut mempromosikan dirinya. Meskipun tidak secara jelas menyatakan alamatnya akan tetapi melalui media “karangan bunga” dapat juga secara tidak langsung menyampaikan pesan tentang jabatannya sebagai seorang notaris.   
Pada prinsipnya segala bentuk promisi adalah bertentangan dengan kode etik kecuali yang dikecualikan oleh kode etik. Dari media elektronik yang sangat luas implementasi seperti internet sampai ke media “karangan bunga” yang sempit cakupannya, notaris dituntut dapat membedakan kedudukannya dalam kehidupan sosial atau tidak membawa status notarisnya. Hal ini untuk menjaga keseimbangan antarnotaris agar dalam menjalankan tugasnya sebagai  saling menghormati dan menjaga martabat masing-masing.
  
BAB III
KESIMPULAN

Notaris sebagai pejabat umum merupakan kedudukan yang bermartabat dan terhormat. Tanggung jawab notaris sebagai pejabat umum diatur dalam Kode Etik untuk menjaga kewibawaan dan kehormatan seorang notaris. Kode Etik Notaris di Indonesia mengatur secara perkumpulan tentang yang harus dimiliki oleh seorang notaris secara pribadi dan administratif, larangan, kewajiban, pengecualian dan sistem penjatuhan sanksi
Notaris sebagai profesi merupakan jabatan yang menuntut kemandirian khususnya secara finansial. Meskipun pada prinsipnya tidak diperkenankan melakukan publikasi yang tidak bermartabat, faktanya publikasi diri notaris banyak dilakukan melalui mulut ke mulut, pemberian kartu nama, “karangan bunga”, media cetak berupa ucapan atas suatu peristiwa dan media elektronik khususnya internet dalam bentuk tulisan-tulisan tentang pendapat notaris pada blog pribadi. Apapun bentuk  promosi jabatan notaris baik itu dalam bentuk media cetak maupun elektronik sepanjang tidak bertentangan dengan pasal 4 dan pasal 5 Kode Etik Notaris maka diperkenankan dilakukan.


[1] Selanjutnya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diumumkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Nomor 44321disingkat sebagai UUJN
[3] Selanjutnya Ikatan Notaris Indonesia disingkat sebagai INI
[4] Pengakuan INI sebagai satu-satunya organisasi yang profesional berbentuk badan hukum termaktub dalam Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan tertanggal 17 Januari 2003
[5] Lihat pasal 19 UUJN
[7] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar