A.
Nilai Spiritualitis Kolektifistis
Pasal
8 dan pasal 9 menyiratkan setelah jangka
waktu paten berakhir maka atas invensi dipergunakan oleh siapa saja untuk
kemaslahatan luas, seperti obat generik yang telah habis hak patennya, maka negara
dapat menggunakannya untuk masyarakat umum agar dapat menikmati harga obat yang
lebih murah karena tidak lagi membayar imbalan dan/atau biaya tahunan atas
paten tersebut.
Pasal
12 ayat (1): “Pihak yang berhak memperoleh Paten atau suatu Invensi
yang dihasilkan dalam suatu hubungan kerja adalah pihak yang memberikan
pekerjaan tersebut, kecuali diperjanjikan lain.”
Pihak pemberi kerja telah menyisihkan
sejumlah dananya untuk mempekerjakan inventor. Dalam melakukan pekerjaannya,
inventor didukung pendananya oleh pemberi kerja. Secara tidak langsung pemberi
kerja juga telah memberikan fasilitas kepada inventor untuk bekerja secara
maksimal menemukan invasi. Jika pemberi kerja adalah sebuah perusahaan, dengan
menjadi pemegang Paten maka hasilnya tersebut sedikit banyak juga dapat
membantu meningkatkan keuangan perusahaan dan bermuara juga pada peningkatan
kualitas karyawan-karyawannya. Jika pemberi kerja adalah pribadi maka pasal ini
memiliki unsur individualists-materialistis
Pasal
16 ayat (3) dimana
hak ekslusif yang dimiliki pemegang paten sedikit dikecualikan dari apabila
pemakaian Paten tersebut untuk digunakan kepentingan pendidikan, penelitian,
percobaan, atau analisis yang mungkin nantinya dapat bermanfaat bagi masyarkat
umum, sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten. Keeksklusifan
pemegang paten dibatasi atau kecualikan apabila digunakan untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, percobaan atau analisis yang bermanfaat kemaslahatan
masyarakat umum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi
pihak yang betul-betul memerlukan penggunaan Invensi semata-mata untuk
penelitian dan pendidikan. Di samping itu, yang dimaksud dengan untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan atau analisis, mencakup juga
kegiatan untuk keperluan uji diekivalensi atau bentuk pengujian lainnya. Yang
dimaksud dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Paten
adalah agar pelaksanaan atau penggunaan Invensi tersebut tidak digunakan untuk
kepentingan yang mengarah kepada eksploitasi untuk kepentingan komersial
sehingga dapat merugikan bahkan dapat menjadi kompetitor bagi Pemegang Paten.
Pasal
46 ayat (1): “Setelah berkonsultasi dengan instansi
Pemerintah yang tugas dan wewenangnya berkaitan dengan pertahanan dan keamanan
Negara, apabila diperlukan, Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri
dapat menetapkan untuk tidak mengumumkan Permohonan apabila menurut
pertimbangannya, pengumuman Invensi tersebut diperkirakan akan dapat mengganggu
atau bertentangan dengan kepentingan pertahanan keamanan Negara.”
Pasal
46 tersebut
berhubungan dengan pasal 99 dan pasal 101, karena masalah pertahanan
dan keamanan Negara merupakan masalah yang menyangkut kelangsungan hidup suatu
bangsa, dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan nasional merupakan hal
yang mendasar, wajarlah apabila Pemerintah atau pihak ketiga diberikan izin
oleh Pemerintah untuk melaksanakan Paten yang terkait. Pengaturan ini pun
dimungkinkan menurut ketentuan dalam Article 31 Persetujuan TRIPs. Contoh
lisensi yang terkait dengan pertahanan dan keamanan Negara, antara lain bahan
peledak, senjata api, dan amunisi. Yang dimaksud dengan kebutuhan sangat
mendesak untuk kepentingan nasional mencakup, antara lain bidang kesehatan
seperti obat-obat yang masih dilindungi Paten di Indonesia yang diperlukan
untuk menanggulangi penyakit yang berjangkit secara luas (endemi), bidang pertanian
misalnya pestisida yang sangat dibutuhkan untuk menanggulangi gagalnya hasil
panen secara nasional yang disebabkan oleh hama. Sebagaimana diketahui, salah
satu fungsi suatu Paten adalah untuk menjamin kelangsungan hidup perekonomian
negara serta mengupayakan makin meningkatnya kesejahteraan masyarakat di negara
yang bersangkutan.
Pasal
75 ayat (3): “Permohonan lisensi-wajib dapat pula diajukan
setiap saat setelah Paten diberikan atas alasan bahwa Paten telah dilaksanakan
oleh Pemegang Paten atau Penerima Lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang
merugikan kepentingan masyarakat”
Pemegang paten dalam melaksanakan hak
ekslusifnya harus memperhatikan kepentingan masyarakat umum. Melalui negara,
pemegang paten yang tidak mengindahkan kemaslahatannya bagi masyarakat umum
dapat dialihkan melalui lembaga lisensi wajib yang ramah terhadap kemaslahatan
umum.
Pasal
91 ayat (1) huruf c:
“Pemberian lisensi wajib ternyata tidak
mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan Paten dalam bentuk dan cara yang
merugikan kepentingan masyarakat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal
pemberian lisensi-wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian lisensi
wajib pertama dalam hal diberikan beberapa lisensi-wajib.”
Yang dimaksud dengan ternyata tidak
mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan Paten dalam bentuk dan cara yang
merugikan kepentingan masyarakat adalah bahwa walaupun telah diberikan lisensi
wajib pemberian lisensi wajib tersebut tidak diikuti dengan pelaksanaannya sehingga
produk yang sangat dibutuhkan masyarakat tersebut tidak terpenuhi dan maksud pemberian
lisensi-wajib tersebut tidak terlaksana. Misalnya, pemberian lisensi-wajib
untuk memproduksi obat tetapi tidak dilaksanakan secara efektif sehingga jumlah
yang diproduksi tetap sedikit dan harga obat tetap mahal.
B.
Nilai Individualistis-Materialistis
Pasal
8 dan Pasal 9 memberikan jangka waktu hak
esklusif kepada inventor untuk memanfaatkan nilai ekonomis dari invensinya.
Inventor selama 20 (dua puluh) tahun dan 10 (sepuluh) tahun untuk paten
sedeharna untuk memanfaatkan nilai ekonomis invensinya secara ekslusif.
Penghargaan atas invensi sepenuhnya secara individualistis dinikmati hanya oleh
inventor selama jangka waktu tersebut.
Dalam Pasal 10 berhubungan dengan pasal
11 dan Pasal 12 khususnya ayat (4)
dan ayat (6), ternyata bahwa inventor baik sendiri maupun bersama-sama
berhak atas invensinya dan berhak mendapatkan imbalan atas invensi yang
dilakukannya. Selain itu secara sangat individualistis, hak moral akan selalu
melekat terhadap inventor atas invensinya sampai kapanpun.
Pertegasan dalam hal moral juga
diberikan dalam pasal 68, dimana pengalihan hak
paten tidak menghapus hak inventor untuk tetap dicantumkan nama dan
identitasnya dalam Paten yang bersangkutan.
Pasal 20: “Paten
diberikan atas dasar permohonan.”
Paten
diberikan atas permohonan dari inventor atas invensinya. Hak ekonomis yang
ekslusif diberikan oleh negara sebagai representasi dari rakyat kepada
inventor. Setelah diuji invensinya maka inventor akan memiliki hak moral dan
hak ekonomi atas invensinya. Tata cara permohonan paten oleh inventor atas
invensinya merupakan cara inventor mempertahankan nilai individualitis dan
materialisitis atas invensinya.
Pasal 133 menyatakan bahwa tindak pidana dalam paten merupakan
delik aduan, hal ini menyiratkan bahwa, inventor yang memiliki hak individual
melaporkan tindak pidana yang melanggar kepentingannya sebagai pemegang paten.
Penyidikan dan pengadilan akan memutuskan tindak pidana hanya atas pengaduan
yang dilakukan karena melanggar hak ekslusifnya.