11 September 2016
Oleh karena, tanggal 12 September 2016 adalah hari ibur
nasional (Idul Adha), kami memutuskan untuk berlibur ke Pagaralam, Sumatera
Selatan. Kami mulai perjalanan dari
Palembang, sekitar pukul 8 pagi. Jarak dari Pagaralam dari Palembang kurang
lebih 280an kilometer. Perjalanan ke Pagaralam dari Palembang akan melewati 4
(empat) kota di kabupaten yaitu Indralaya, Prabumulih, Muara Enim dan Lahat
sebelum tiba di Pagaralam.
Jalan menuju Inderalaya yang berjarak sekitar 30an kilometer dari Palembang cukup mulus karena sudah hampir seluruhnya 4 (empat) jalur. Perhentian dilakukan hanya pada Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
Jalan menuju Inderalaya yang berjarak sekitar 30an kilometer dari Palembang cukup mulus karena sudah hampir seluruhnya 4 (empat) jalur. Perhentian dilakukan hanya pada Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
Perjalanan dilanjutkan ke Prabumulih dengan jarak tempuh sekitar 70an kilometer dari Inderalaya (Ogan Ilir). Jalan cukup mulus dan tidak ada hambatan yang berarti. Pasar Prabumulih masih menjadi tempat macet karena parkir yang tumpah ke jalan serta angkutan kota yang berhenti menunggu penumpang. Selepas melewati komplek Pertamina di pinggir kota Prabumulih, kami lanjutkan ke Muara Enim. Jarak tempuh ke Muara Enim dari Prabumulih sekitar 60an kilometer. Jalan ke Muara Enim cukup mulus dan tidak ada hambatan berarti. Setiba di Muara Enim, kami langsung tancap gas ke Lahat yang berjalak sekitar 40an kilometer. Pemandangan disuguhkan oleh alam pada sekitaran 20an kilometer keluar dari kota Lahat. Kita akan melihat bukit Jempol.
Bergajah di Bukit Serelo, Lahat |
Kami pun mencoba
memasuki kawasan kaki bukit Jempol dengan masuk melalui kawasan Bukit Serelo.
Setelah ada patung gajah di sisi kiri jalan kami masuk menuju kawasan Bukit
Serelo. Jalan menuju kawasan tersebut tidak mulus karena kita akan berhadapan
dengan truk-truk pertambangan. Jalan juga tidak terlalu lebar hanya cukup 2
(mobil). Setelah berjalan sekitar 11 (sebelas) kilometer kami pun tiba di
kawasan Bukit Serelo.
Pada pintu gerbang kami diminta untuk mengisi buku tamu dan diminta uang sukarela untuk memasuki kawasan tersebut. Di kawasan ini juga terdapat 10 (sepuluh) ekor gajah dengan komposisi 9:1 dimana 1 (satu) jantan dengan 9 (sembilan) betina. Kami menaiki gajah betina bernama Tiara untuk sedikit berkeliling. Kawasan ini seluas 200an hektar ini cukup banyak dikunjungi oleh pendaki pada hari libur. Setidaknya pada buku tamu untuk tanggal 11 September 2016 (hari Minggu) sampai dengan pukul 13:00an WIB, kami merupakan pengunjung ke 7 (tujuh). Kawasan in buka dari pukul 8 WIB sampai dengan pukul 16an WIB. Jika berkunjung disarankan oleh pawangnya untuk membawa makan gajah seperti pisang. Kami kemarin memetik belimbing di kawasan itu memberi makan gajah. Untuk tarif menaiki gajah tidak disebutkan dari awal namun sebelum meninggalkan kawasan Bukit Serelo, kami diminta minimal Rp. 20.000 (dua puluh ribu Rupiah) untuk kegiatan kami dengan gajah tersebut.
Jembatan Gantung di pinggir jalan raya Muara Enim - Lahat |
Lepas dari kota Lahat, kami menuju tujuan utama kami yaitu
kota Pagaralam, the beauty of south
sumatera.Dari Lahat menuju ke Pagaralam ditempuh dengan jarak 60an
kilometer. Jalan sedikit kurang mulus karena jalan ini dibangun di antara
tebing gunung dan sungai.
Daerah kawasan Ndikat yang merupakan perbatasan antara Lahat dan Pagaralam, sewaktu kami lalui kemarin terdapat longsor. Ndikat merupakan kawasan berhati-hati berkendara jalan sempit. Sebelah kanan jurang bersungai dengan di sisi kiri merupakan tebing batu. Selepas tikungan Ndikat, kita akan melewati Kelok Lematang, meskipun berkelak kelok namun jalan relatif sedikit lebih lebar dan lebih mulus daripada Ndikat yang bertepikan tebing batu dan jurang.
Daerah kawasan Ndikat yang merupakan perbatasan antara Lahat dan Pagaralam, sewaktu kami lalui kemarin terdapat longsor. Ndikat merupakan kawasan berhati-hati berkendara jalan sempit. Sebelah kanan jurang bersungai dengan di sisi kiri merupakan tebing batu. Selepas tikungan Ndikat, kita akan melewati Kelok Lematang, meskipun berkelak kelok namun jalan relatif sedikit lebih lebar dan lebih mulus daripada Ndikat yang bertepikan tebing batu dan jurang.
Selama perjalanan ke Pagaralam terdapat beberapa tempat
wisata yang dapat dikunjungi, seperti situs purbakala Belumai. Setelah ada
tanda mengenai situs ini kami memasuki kawasan tersebut di sebelah kiri jalan.
Dari jalan raya masuk sekitar 1 (satu) kilometer. Di dalam tidak ada mengenai
tanda situs ini, namun jika ada persimpangan, untuk sampai di situs ini cukup
lurus saja. Jalan cukup kecil dan situs berada di tengah ladang kopi penduduk.
Tidak ada penjaga maupun tempat parkir. Setelah puas berfoto kita mesti putar
balik untuk kembali ke jalan raya menuju Pagaralam.
Sebelum memasuki kota Pagaralam tepatnya di simpang Tanjung Sakti, dari lagi tulisan objek wisata Tebat Gheban di sisi kanan jalan. Masuk sekitar 2 (dua) kilometer dan kembali tidak ada petunjuk di dalam untuk menuju kawasan ini. Ternyata kawasan ini hanya berupa kolam yang cukup besar. Banyak muda mudi memadu kasih di kawasan ini. Kami kembali ke jalan raya untuk melanjutkan ke kota Pagaralam.
Gunung Dempo dari BESH Hotel |
Tangga 2001 di belakang Hotel BESH, Gunung Gare, Pagaralam |
12 September 2016
Pagi hari diawali dengan melihat matahari terbit dari tangga 2001 di belakang hotel, namun oleh karena berkabut, matahari terlihat bersembunyi di balik awan. Namun saya melihat ada semacam pelangi berwarna putih yang melingkar di awan yang bergerak mengikuti pergerakan cahaya matahari. Puas melihat sunrise, kami bekemas dan sarapan. Setelah perut terisi, kami bertolak ke air terjun, karena Pagaralam memiliki ratusan air terjun.
Setelah mengikuti petunjuk di googlemaps dan melewati perkebunan teh dan banyak villa di atas hotel tempat kami menginap. Jalan cukup mulus namun cukup sempit dan tetap waspada. Air terjun yang pertama kami singgahi adalah Curug Tuju Kenanga. Kami tidak merekomendasikan menuju air terjun ini karena:
- jarak menuju ke air terjun sekitar 500an meter dari jalan utama kendaraan,
- jalan setapak masih jalan tanah yang jika habis hujan akan sangat liat,
- jalan mendaki dan sangat tidak disarankan untuk orang tua atau orang gemuk untuk menghindari hal yang tidak diinginkan
- kami diminta uang masuk Rp. 30.000 ,- (tiga puluh ribu Rupiah) tanpa dipandu dan papan arah karena di atas ada jalan yang bercabang
- tidak ada tempat minum atau kamar bilas di kawasan ini
- batu-batu besar yang belum dirapikan menghalangi kami untuk mendekati air terjun
Curug Tuju Kenanga, Pagaralam |
Curug Mangkok, Pagaralam |
Curug Embun, Pagaralam |
Setelah puas bercengkerama dengan alam, kami kembali
Palembang sekitar pukul 12:30an WIB. Oleh karena anak-anak tertidur maka makan
siang kami langsungan di Lahat. Sekitar pukul 13:45an WIB kami makan siang di
Rumah Makan Sederhana. Selesai makan kami disambut oleh hujan dan sekitar pukul
15:00 WIB kami bertolak ke Palembang. Hujan menemani perjalanan kami
sampai ke ke rumah kami di Palembang.
Sekitar pukul 20:30an WIB.
Dari liburan ke Pagaralam ada beberapa catatan yaitu:
- Semua tempat wisata berbayar yang kami masuki tidak karcis bukti bayar sehingga Rupiah yang kita bayar tidak jelas peruntukannya. Jika ada karcis, tentunya semuanya dipergunakan untuk pemeliharaan dan peningkatan mutu objek wisata
- Rambu Objek harus lebih detail, tidak hanya penunjuk awal saja. Jika jelas, kita tidak perlu tanya sana sini untuk mencapai objek wisata
- Santunlah dalam berwisata, tidak perlu vandalisme atau hobi mencorat coret dan membuang sampah sembarangan. Meskipun sudah disediakan tempat sampah, namun wisatawan perlu empati terhadap lingkungan
- Janganlah merokok di kawasan pegunungan karena udara di pegunungan terbatas, jika di tambah asap rokok jadinya udara tidak segar lagi selain itu puntung rokok juga mohon disimpan atau ditelan agar tidak mengotori kawasan wisata
JADILAH TURIS YANG BAIK DENGAN STOP VANDALISME DAN MEMBUANG SAMPAH SEMBARANGAN |