Selasa, 23 Desember 2014

(Siapa yang Berwenang Membuat) Surat Keterangan Waris

Terdapat seorang keturunan Tionghoa non muslim yang meninggalkan seorang istri dan 4 (empat) orang anaknya. Untuk membuktikan hak dan kewenangannya, para ahli waris hendak membuat surat keterangan waris, masalahnya siapayang berhak dan berwenang membuat Surat Keterangan Waris?
Pada prinsipnya tidak ada perundangan yang secara tersurat menyatakan tentang lembaga yang berwenang menerbitkan Surat Keterangan Mewaris.
Dalam Surat Dirjen Agraria (Kepala Direktorat Pendapatan Tanah) nomor Dpt/12/63/12/69 tanggal 20-12-1969  jo. Surat (ada juga yang menulis Fatwa) Mahkamah Agung tanggal 25-3-1991 nomor KMA/041/III/1991 dan Surat Direktur Hukum nomor MA/Kumdil/171V/K/1991 tanggal 8-5-1991 (dimana semua surat tersebut tidak pernah penulis lihat kata per katanya atau hanya dari artikel pada http://ditjenpp.kemenkumham.go.id), diatur kewenangan pembuat Surat Keterangan Waris, yaitu:
1.       Golongan Barat (Eropa) dan keturunan Tionghoa dibuat oleh notaris;
2.       Golongan Pribumi dibuat oleh ahli waris disaksikan Lurah dan diketahui Camat;
3.       Golongan asing lainnya dibuat oleh Balai Harta Peninggalan
Jika dilihat dari lembaga yang menerbitkan surat itu, Dirjen Agraria, seharusnya penentuan pembuat keterangan waris ini hanya diberlakuan untuk kepentingan agraria bukan kepentingan yang lain. Kedudukan Surat atau Fatwa dari Mahkamah Agung, dalam pasal 8 ayat 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, diakui sebagai perundangan apabila diperintahkan oleh perundangan yang lebih tinggi.   Fatwa Mahkamah Agung dibuat atas permintaan suatu lembaga untuk menyelesaikan suatu masalah pada lembaga tersebut sedangkan surat Mahkamah Agung dibuat untuk membimbing secara administratif jajaran peradilan.  
Pertanyaan selanjutnya, apakah saat ini masih berlaku golongan penduduk di Indonesia?
Golongan penduduk diberlakukan pada zaman Belanda melalui Indische Staatregeling (IS) pasal 131 ayat 1 sub (a) jo. Pasal 163, dimana dinyatakan bahwa golongan penduduk di Hindia Belanda adalah golongan Eropa, golongan pribumi, dan golongan timur asing. Setelah menjadi Indonesia, terdapat Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaran Republik Indonesia dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan berikut perubahannya melalui Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013.
Dalam kedua Undang-undang tersebut tersurat bahwa penduduk di Indonesia hanya ada warga negara Indonesia dan warga negara asing. Warga negara Indonesia adalah orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan perundangan sebagai warganegara Indonesia. Orang Indonesia asli diartikan sebagai orang yang sejak lahir tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya selain warga negara Indonesia.
Jadi golongan penduduk di Indonesia sudah tidak memiliki dasar hukum yang positif dan peraturan pelaksananya seharusnya tidak memiliki kekuatan hukum lagi.
Bagaimana pengaturan pembuat keterangan waris sekarang?
Dalam penjelasan pasal 49 huruf b Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dinyatakan bahwa penentuan siapa yang menjadi ahli waris dan bagiannya masing-masing untuk yang beragama Islam adalah Pengadilan Agama.  Bagi orang Islam,  penentuan ahli waris dilakukan melalui Pengadilan Agama bukan melalui Lurah atau Camat, karena hal tersebut bertentangan dengan Undang-undang terkini.
 Tidak ada pengaturan secara tersurat menyatakan notaris diperkenankan membuat Keterangan Waris. Notaris hanya memiliki kewenangan untuk membuat wasiat (pasal 16 ayat 1 huruf [h] Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 jo. Undang-undang nomor 2 Tahun 2014) dan akta pemisahaan harta waris (pasal 1121 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Hanya tafsiran dari para ahli bahwa selain yang beragama Islam, keterangan waris dibuat oleh notaris, peradilan umum hanya memiliki kewenangan jika terjadi perselisihan tentang waris (pasal 956 Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

Jadi menurut penulis, keterangan waris yag dibuat berdasarkan golongan dapat dilakukan jika menyangkut agaria dan selebihnya keterangan waris dibuat berdasarkan agama, dimana agama Islam dilakukan oleh peradilan agama sedangkan non-Islam tidak secara jelas dinyatakan dalam perundangan.

Jumat, 20 Juni 2014

Budaya Modern Orang Indonesia

Kebanyakan orang Indonesia ingin terlihat modern dan peka teknologi. Dari segi bahasa, agar terlihat modern, lebih suka menggunakan da mengadopsi bahasa asing. Dari segi perilaku juga ingin terlihat dengan menggunakan teknologi terkini biar tidak dibilang ketinggalan zaman.
Seorang bapak menggenggam telepon genggam dengan layar sentuh yang bermerk internasional masuk ke toilet di terminal 2 Bandara Internasional Soekarno Hatta. Sebelum masuk toilet, pria yang mengenakan baju biru dengan lambang olahragawan berkuda tersebut bercakap dengan rekannya, "waduh delay pula garuda nih, waste time aja cepat-cepat ke sini". Di toilet beliau membuang air kecil. Setelah selesai beliau menekan tombol merah di atas toliet. "aduh rusak lagi nih toilet", gumam beliau sambil terus menerus menekan tombol merah.
Bapak tersebut tidak mengetahui ternyata toilet tersebut telah menggunakan sensor panas tubuh untuk melakukan penyiraman. Alat akan bekerja secara otomatis setelah kita meninggalkan toilet.
Bapak tadi tidak sendirian, ternyata ada 2 bapak yang membuang air kecil dengan beliau melakukan hal yang sama Kedua bapak tersebut boleh dikatakan wajar jika tidak mengetahui teknologi tersebut karena keduanya orang tua yang sudah tidak waktu untuk mempelajari teknologi dan kemodernan.
Dari 3 tempat buang air kecil, 2 tempat rusak tombol merahnya meskpun masih bisa mendeteksi panas tubuh. Kebanyakan orang Indonesia ingin terlihat modern dan peka teknologi tapi tidak bisa menggunakannya dengan baik dan benar. Modern bukan hanya tampilan tapi juga masalah budaya.

Minggu, 02 Maret 2014

Utang Dividen Perseroan Kepada Pemegang Saham Dijadikan Tambahan Modal Perseroan

Kewajiban perseroan memberikan dividen dari laba perseroan merupakan hak yang dimiliki oleh pemegang saham untuk menerima pembayarannya. Dalam penjelasan pasal 4 ayat 1 huruf g Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, salah satu dari dua belas ruang lingkup dividen adalah pembagian laba dalam bentuk saham. Secara hukum, pembagian dividen salah satunya dapat dibagikan dalam bentuk saham yang mana modal perseroan terbagi dalam saham-saham yang dimiliki oleh pemegang saham

Perseroan diperkenankan untuk membagi dividen yang terutang atau sebelum tahun buku berakhir (dividen interim) dengan syarat tidak membuat kekayaan bersih perseroan lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor ditambah cadangan wajib dan tidak mengganggu kewajiban perseroan kepada kreditor. Jika ternyata akhirnya perseroan rugi pada akhir tahun buku maka pemegang saham wajib mengembalikannya (pasal 72 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007). Jika dividen yang dibagi dalam bentuk saham maka akan menambah komposisi jumlah saham (dalam hal perseroan untung) atau bahkan mengurangi jumlah saham (dalam hal perseroan rugi)


Jadi, utang dividen perseroan diperkenankan dikonversikan (dalam bentuk saham) sebagai tambahan modal dalam perseroan.

Dividen Sebagai Jaminan Utang Perseroan Kepada Kreditor

Dividen diartikan sebagai seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan yang dibagikan kepada pemegang saham (pasal 71 ayat [2] Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007) sesuai dengan saham yang dimilikya (lihat pasal 52 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).

Pada saat pendirian tentunya belum ada laba yang dimiliki oleh perseroan. Laba tentunya akan didapat dikemudian hari setelah perseroan melakukan aktivitas bisnisnya. Jika perseroan telah mendapatkan keuntungan (yang menjadi tujuan luhur pendirian perseroan), maka pemegang saham memiliki hak untuk menerima pembayaran dividen dari perseroan.  

Jika dikaitkan dengan pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dividen dikategorikan sebagai piutang (hak untuk menerima pembayaran). Jaminan Fidusia dapat memberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian  (hari).  Segi komersial ketentuan ini secara tegas membolehkan Jaminan Fidusia mencakup Benda yang diperoleh di kemudian hari atau menjamin fleksibilitas yang berkenaan dengan hal ihwal benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia bagi pelunasan utang.

Jadi dividen sebagai piutang yang akan diterima oleh pemegang saham di kemudian hari dapat dijadikan  jaminan utang perseroan kepada kreditur. 

Minggu, 26 Januari 2014

Sekilas Perbedaan dan Persamaan antara Koperasi, Perseroan Terbatas dan Yayasan





Koperasi
Perseroan Terbatas
Yayasan
Dasar Hukum
Undang-undang
No. 17 Tahun 2012
No. 40 Tahun 2007
No. 16 Tahun 2001 jo. No. 28 Tahun 2004
Status
Badang Hukum yang diumumkan dalam Berita Negara
Setelah sebelumnya disahkan Menteri di bidang koperasi
setelah disahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulunya Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia)
Anggaran Dasar
Tertulis dalam bahasa Indonesia
dibuat di hadapan Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Koperasi atau Notaris yang terdaftar dalam kementerian koperasi

dibuat di hadapan notaris
Tujuan
meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan keadilan

Orientasi keuntungan/laba
tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan

Pendiri
Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan. Koperasi Sekunder didirikan oleh paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer

oleh 2 (dua) orang atau lebih 

satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal

Nama
diawali dengan "Koperasi" untuk Koperasi Primer, dan diawali "Koperasi dan diakhiri dengan "(Skd)" untuk Koperasi Sekunder

diawali dengan "PT" untuk perseroan terbatas dan diawali dengan "PT" dan diakhiri dengan Tbk. untuk perseroan trbatas terbuka

diawali dengan kata "Yayasan" untuk Yayasan dan diawali dengan kata "Yayasan Wakaf" untuk yayasan wakaf

Organ
Rapat Anggota, Pengawas, Pengurus

RUPS, Direksi, Dewan Komisaris

Pembina, Pengurus, Pengawas

Modal
Setoran Pokok dan Sertifikat Modal Koperasi yang disetor anggota atau Hibah; Modal Penyertaan; modal pinjaman yang berasal dari Anggota; Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya; bank dan lembaga keuangan lainnya; penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; dan/atau Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Saham yang disetor dan ditempatkan oleh pemegang saham sebesar min. 25% dari min. Rp. 50 juta atau jumlah lain yang ditentukan oleh perundang-undangan

uang atau barang yang berasal dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat atau wakaf atau hibah atau hibah wasiat; atau  perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pembagian Hasil
sisa hasil usaha dibagikan kepada anggota

deviden dibagikan kepada pemegang saham

Tidak ada pembagian
Tanggung Jawab Sosial
Tidak ada
Ada  (pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 jo. PP No. 47 Tahun 2012

Sesuai tujuannya yaitu dalam bidang sosial

Cross Holding
Tidak ada
Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan (pasal 36 ayat [1] UU No. 40 Tahun 2007)
Tidak ada
Pengguna Jasa

Anggota
Pihak III
Kuorum
Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan suara terbanyak jika tidak tercapai mufakat sebelumnya. Rapat Anggota II dapat dilangsungkan dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh
sekurang-kurangnya 1/5 (satu perlima) jumlah Anggota. Untuk Rapat Anggota Luar Biasa untuk memutuskan penggabungan, peleburan, atau pembubaran Koperasi dianggap sah apabila sudah dihadiri oleh paling sedikit 3/4
(tiga perempat) jumlah Anggota. Keputusan Rapat Anggota Luar Biasa dianggap sah apabila disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) jumlah suara yang sah. Jika tidak tercapai keputusan, maka dilakukan Rapat Anggota Luar Biasa II yang kuorumnya kehadiran dan keputusannya sama dengan Rapat Anggota Luar Biasa I. Jika kuorum Rapat Anggota Luar Biasa II tidak tercapai, atas permohonan Pengurus kuorum
ditetapkan oleh Ketua Pengadilan.

Keputusan RUPS (untuk penambahan modal ditempatkan dan disetor dalam batas modal dasar, penggunaan hak tagih sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga saham yang telah diambil, pembelian kembali saham, peralihan saham karena hukum; hibah atau hibah wasiat, pengurangan modal dasar, persyaratan pemilikan saham) adalah sah jika dilakukan 1/2 dari seluruh jumlah saham dan disetujui lebih dari 1/2 yang hadir kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar. Jika tidak tercapai maka diadakan RUPS II sah mengambil keputusan jika min. 1/3 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar.

untuk perubahan anggaran dasar dilakukan oleh rapat Pembina (tidak boleh mengubah maksud dan tujuan). Jika tidak tercapai mufakat keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan
paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah anggota Pembina yang hadir. Jika hal tersebut tidak tercapai rapat Pembina II sah, apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari seluruh anggota Pembina diambil berdasarkan persetujuan suara
terbanyak dari jumlah anggota Pembina yang hadir.


Keputusan RUPS (untuk penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan PT., pengajuan pailit, perpanjangan jangka waktu PT., pembubaran PT, menyetujui tindakan direksi) adalah sah jika dilakukan 3/4 dari seluruh jumlah saham dan disetujui lebih dari 3/4 yang hadir kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar. Jika tidak tercapai maka diadakan RUPS II sah mengambil keputusan jika dihadiri min. 2/3 bagian dari jumlah seluruh saham dan disetujui lebih dari 3/4 dari suara yang hadir , kecuali ditentukan lebih besar dalam anggaran dasar.

Kedua tentang kuorum di atas jika tidak kuorum maka meminta pengadilan untuk menentukan RUPS III.

Penyelenggaraan RUPS Tahunan dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh), dewan komisaris