Rabu, 27 Maret 2013

Hak Yang Tidak Dapat Diwariskan

Pada prinsipnya dalam hal pewarisan, yang dapat diwariskan adalah hak dan kewajiban dalam harta kekayaan, akan tetapi terdapat hak dan kewajiban dalam harta kekayaan yang tidak diwariskan yaitu antara lain hak pakai dan hak mendiami (pasal 818 berhubungan dengan pasal 823 dan pasal 827 Kitab Undang-undang Hukum Perdata), hak pakai hasil (pasal 756 Kitab Undang-undang Hukum Perdata), Hak  dari Kuasa (pasal 1813 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Hak-hak yang timbul tersebut lahir dari hak kebendaan atau harta kekayaan yang dimiliki oleh orang lain (bukan pewaris) sehingga peristiwa kematian tidak mengakibatkan peralihan hak tersebut kepada para ahli waris. 

Selain itu terdapat juga hak moral yang lahir dari hak atas kekayaan intelektual yang tidak dapat dibagi. Hak moral sifatnya sangat pribadi dan melekat selamanya pada pencipta yang tidak dapat diwariskan meskipun penciptanya meninggal dunia (pasal 50 Undang-undang Nomor 19 tahun 2002).

Selasa, 26 Maret 2013

Antara Birokratis dan Ekonomis Trans Musi

Banyak pemberitaan tentang penggunaan smart card untuk pembayaran jasa Trans Musi yang negatif. Penumpang yang harus beralih ke angkutan umum karena tidak membawa uang lebih untuk membeli smart card. Penumpang yang tidak kebagian smart card karena persediaannya sudah habis sehingga tidak dapat menggunakan jasa Trans Musi. Seharusnya orang dipermudah untuk menggunakan mass public transport tapi di Palembang justru kebalikannya.

Tidak perlu jauh-jauh untuk studi banding, cukup pergi ke Singapura. Kita dapat melihat bagaimana sistem pembayaran yang digunakan. Setiap penumpang diperkenankan membayar menggunakan karcis ataupun dengan smart card. Penggunaan smart card tentunya akan lebih murah atau mendapatkan diskon daripada membayar menggunakan karcis. Hal ini mendorong penumpang untuk menggunakan smart card dan terus-menerus menggunakan mass public transport yang berujung berkurangnya kemacetan dan polusi udara.

Sumber: http://organda-indonesia.blogspot.com/2013/01/10-bus-di-ibukota-negara-di-dunia.html
Penumpang tidak dipaksa menggunakan smart card dan memberikan pilihan kepada penumpang yang cerdas  ekonomi. Penumpang yang sering menggunakan mass public transport tentunya akan memilih smart card dan penumpang kambuhan tentunya akan membeli karcis. Penyelenggara menggunakan pendekatan ekonomis ketimbang birokratis. Trans Musi yang dikelola oleh perusahaan menggunakan pendekatan birokratis ketimbang ekonomis, sehingga tidak menjadi massal seutuhnya.

Selain itu, biaya yang dikenakan tidak sebanding dengan fasilitas yang didapat. Penumpang masih tetap berbagi jalan dengan kendaraan lain karena tidak ada jalur khusus. Harga jasa Trans Musi tidak sebanding dengan waktu yang dihabiskan. Waktu yang saya tempuh dari Terminal Alang-alang Lebar ke Palembang Trade Center pada hari libur dapat mencapai 40an (empat puluhan) menit. Jika saya menggunakan motor, jarak itu ditempuh dalam waktu 20an (dua puluhan) menit. Secara ekonomi hal ini kurang efisien dan efektif.

Sumber : http://www.klialcct-limo.com/information-11-KUALA%20LUMPUR%20PUBLIC%20TRANSPORT.htm

Untuk hal ini mungkin dapat belajar ke Malaysia, dimana saya pernah menumpang mass public transport yang menggunakan sistem 1 day 1 ticket. Kita hanya membayar satu kali dalam sehari untuk melakukan perjalanan menggunakan mass public transport yang sama tanpa perlu membayar lagi. Hanya dengan menunjukan tiket yang saya beli sebelumnya, saya dapat menggunakan semua rute yang tersedia. Jika tiket hilang barulah saya harus membayar kembali. Harga tiket itu hanya 2RM (dua Ringgit Malaysia) atau sekitar Rp. 7.000,- (tujuh ribu Rupiah). Dalam 1 (satu) hari saya dapat turun naik mass public transport sebanyak 4 (empat) kali hanya dengan membayar Rp. 7.000,- (tujuh ribu Rupiah). Bandingkan jika saya menggunakan Trans Musi, uang yang harus saya keluarkan adalah Rp. 16.000,- (enam belas ribu Rupiah). Mass public transport tetangga kita lebih ramah dan peka terhadap kebutuhan penumpang di sana. Saya pun jika ada seperti itu di Palembang tentu akan menggunakan mass public transport ketimbang kendaraan pribadi.

Pendekatan ekonomis jauh yang dilakukan oleh tetangga kita lebih baik ketimbang pendekatan birokratis. Penumpang diberikan pilihan yang cerdas diajarkan oleh tetangga kita bukan dipaksa seperti yang diajarkan oleh penyelenggara di sini. Jika mass public transport sudah merakyat tentunya efek dominonya pada berkurangnya kemacetan, berkurangnya polusi, biaya perawatan jalan menjadi rendah, dan pendapatan asli daerah lebih meningkat. Tentunya hal positif ini juga berdampak negatif bagi perusahaan otomotif, perusahaan pembiayaan, kontraktor jalan yang tergerus pendapatannya.

Dilema yang kita pilih adalah tidak perlu merakyat akan tetapi "menguntungkan"

Konstruksi Hukum Perjanjian Bagi Bangun


Pemegang hak atas tanah sekarang banyak melakukan menjual haknya kepada developer untuk secara bagi bangun. Hal ini dianggap cara mudah dan murah bagi pemegang hak atas tanah untuk mendapatkan bangunan (baru) tanpa harus mengeluarkan biaya.
Dalam Bagi Bangun, pada umumnya dilakukan perjanjian yang dibuat di hadapan Notaris antara pemegang hak atas tanah dengan developer. Pada prinsipnya, pemegang hak atas tanah menukar sebagian luas tanahnya untuk membayar bangunan yang dibangunkan oleh developer dan sebaliknya developer melakukan pembangunan gedung untuk pemegang hak atas tanah sebagai pembayaran pemberian sebagian hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. Secara de facto, pemegang hak atas tanah juga dapat meminta sejumlah pembayaran tidak seluruhnya dengan bangunan, tetapi dikombinasikan dengan sejumlah uang. Hal ini sesuai kesepakatan (pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata) yang tertuang dalam akta notaris.
Atas dasar perjanjian bagi bangun, developer berhak atas sebagian tanah yang menjadi hak pemegang hak atas tanah. Dalam hal ini jual beli antara developer dan pemegang hak atas tanah telah terjadi meskipun harga belum dibayar (pasal 1458 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Oleh karena telah terjadi jual beli meskipun belum dibayar maka pemegang hak atas tanah memberikan kuasa menjual untuk sebagian tanah yang menjadi bagian developer. Pemberian kuasa tidak dilakukan dalam bentuk kuasa tersendiri yang dibuat di hadapan notaris yang bukan membuat perjanjian bagi bangun. Hal ini menyiratkan bahwa pemberian kuasa merupakan perbuatan hukum yang berdiri sendiri dan bukan satu kesatuan dalam pelaksanaan perjanjian bagi bangun yang pernah dibuat sebelumnya. Atas dasar kuasa  menjual tersebut, developer dapat menjual bagiannya yang belum dibayarkan kepada pemegang hak atas tanah dalam bentuk bangunan yang menjadi bagian pemegang hak atas tanah bahkan sejumlah uang sisa.
Baik perjanjian bagi bangun maupun kuasa menjual tentunya tidak hanya mengikat untuk semua hal-hal yang dinyatakan dalam akta-akta tersebut, akan tetapi juga segala sesuatu yang diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang (pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Perbuatan menjual developer yang belum melaksanakan pembayaran adalah suatu hal yang tidak patut. Sepatutnya, pembeli yang membeli benda melakukan pembayaran kepada penjual dan sebaliknya penjual akan menyerahkan benda yang telah dibayar kepada pembeli. Hak kebendaan telah beralih kepada pembeli apabila penyerahan benda telah dilakukan oleh penjual (pasal 1459 Kitab Undang-undang Hukum Perdata).
Pada prinsipnya, hak pemegang hak atas tanah (pihak III yang membeli berdasarkan kuasa menjual yang digunakan oleh developer), dapat dibatalkan apabila ternyata pembelian hak tersebut bertentangan dengan undang-undang, kepatutan dan kebiasaan (pasal 32 ayat [2] Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Sebelum sampai jalur yudikatif, tentunya dapat dilakukan pelaksanaan mediasi atas perjanjian bagi bangun yang dilakukan bersama notaris yang membuat perjanjian bagi bangun dengan notaris yang membuat kuasa menjualnya. Kedudukan notaris sebagai mediator ini adalah kedudukannya sebagai penyuluh hukum (pasal 15 ayat [2] Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004). Notaris dapat menjadi penyeimbang hubungan ekonomi dan sosial antara developer dan pemegang hak atas tanah.
Untuk meminimalisir resiko yang mungkin terjadi, sebaiknya kuasa jual dibuat dalam satu ketentuan dalam perjanjian bagi bangun. Kuasa jual merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dengan perjanjian bagi bangun. Kuasa jual dapat diperjanjikan dapat dilaksanakan jika telah dilaksanakan penyerahan benda yang menjadi hak pemegang hak atas tanah dan pelaksanaan semua kewajiban dari developer. Pejabat Pembuat Akta Tanah akan melaksanakan jual beli tidak serta merta melaksanakan kuasa jual akan tetapi juga terikat dengan segala syarat dan ketentuan yang dinyatakan dalam perjanjian bagi bangun.
Apabila dalam perjanjian bagi bangun tidak mencantumkan kuasa menjual, maka diperlukan peran aktif dari pemberi kuasa untuk melindungi kepentingannya tersebut. Notaris juga dapat aktif mengali maksud dari pemberian kuasa jual tersebut. Jika ternyata terdapat perjanjian bagi bangun maka sebaiknya dibuatkan juga ketentuan tentang pembatasan kuasa seperti pelaksanaan kuasa dapat dilakukan jika telah dilaksanakan penyerahan benda yang menjadi hak pemegang hak atas tanah dari developer dan/atau pembayaran sejumlah uang dari developer.
Pada prinsipnya perjanjian bagi bangun dilaksanakan dalam perjanjian yang mengikat para pihak yang beritikad baik. Dalam pelaksanaannya juga wajib sejalan dengan kepatutan, kebiasan dan undang-undang. Para pihak seharusnya dapat membentengi kepentingannya sendiri agar tercipta kepastian dari perbuatan hukum bagi bangun tersebut. Notaris sebagai penyuluh hukum dapat berdiri sebagai penyeimbang dari kepentingan para pihak agar bermanfaat bagi para pihak.at bagi para pihak. 

Senin, 25 Maret 2013

Tiap Hari Earth Hour

Earth Hour diperingati oleh penduduk bumi tanggal 23 Maret 2013 kemarin. Sejumlah kota secara inisiatif mematikan listrik selama 60 atau sekitar 1 jam. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menurunkan suhu bumi dan memperlambat konsumsi listrik. Nilai abstrak yang hendak dicapai adalah tentang kepedulian kita terhadap bumi yang akan diwariskan kepada keturuan kita nanti. Setidaknya, dengan  Earth Hour, kita dapat memperlambat kehancuran bumi kita. Berdasarkan laporan Wikipedia, secara makro, dengan melakukan Earth Hour, konsumsi pemakaian listrik berkurang sampai sekitar 2% dari pemakaian rata-rata konsumsi listrik.  
Setidaknya kita tidak perlu menunggu hari Earth Hour untuk melaksanakan hal ini. Saya di kantor melaksanakan Earth Hour setiap hari pada saat jam makan siang. Selama sekitar 1 (satu) jam saya mematikan AC dan PC saya sendiri selama makan siang. Selain menurunkan suhu, hal ini juga menghemat biaya operasional kantor.
Kantor saya menggunakan daya listrik sebesar 100.000 watt. Berdasarkan Lampiran III-B Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012, tarif dasar listrik untuk bisnis per tanggal 01 April 2013 s/d 30 Juni 2013 adalah sebesar Rp. 1.245,- per kWh untuk 60 jam pertama dan Rp. 1.380,- per kWh untuk di atas pemakaian 60 jam untuk pasca bayar, sedangkan untuk prabayar (token) menggunakan tarif Rp. 1.316,- per kWh.
Sepengetahuan saya, perangkat komputer saya memakan daya sekitar 450 watt. Pemakaian dalam waktu 1 jam untuk komputer adalah sekitar 0,45 kWh. Jika kita menggunakan tarif dasar listrik yang prabayar maka 1 jam pemakaian yang dapat saya hemat adalah 0,45 kWh dikalikan dengan Rp. 1.316,- atau sekitar Rp. 592,- Bayangkan jika 20 hari kerja, saya sudah berhemat sekitar Rp. 11.844,- Jika teman-teman kantor sebagian dengan saya yang berjumlah sekitar 12 orang melakukan hal yang sama maka kami sudah berhemat  sekitar Rp. 142.128,- Jika hal ini dilakukan secara konsisten selama 1 tahun bisa dihitung sendiri penghematannya.
Perhitungan di atas hanya pada 1 item saja, bayangkan jika dilakukan juga pada AC dan lampu, berapa besar biaya terbuang yang dapat kita manfaatkan demi kelangsungan hidup keturunan kita.