Selasa, 21 Juni 2011

Pemberat APBN 2011

Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, sepertinya mulai sedikit kewalahan dengan anggaran belanja gaji pegawai, dengan berujar "Terkait PNS perlu waspadai karena memang jumlahnya sudah cukup tinggi dan program reformasi birokrasi adalah inisiatif yang kita harapkan agar produktivitas PNS kita meningkat." Anggaran belanja gaji pegawai saja telah memangkas 2,6% dari produk domestik bruto Nasional.


Pemerintah seolah tidak perhatian atas realita ini. Pemerintah justru melakukan menaikan gaji PNS sekitar 10-15% melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2011. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, EE Mangindaan, menyatakan bahwa "Pada dasarnya ini pegawai pejabat negara jangan sampai gajinya lebih kecil dari PNS itu sendiri. Oleh karenanya ide kenaikan gaji pejabat tersebut muncul."

Sayangnya ide itu justru menjadi senjata makan tuan bagi pemerintah. Satu sisi menteri dipuja karena menaikkan gaji PNS di sisi lain Menteri mengurut otak agar negara ini tidak habis uangnya hanya untuk membayar PNS yang tidak produktif dan efisien.

Belum lagi program remunerasi yang menambah beban anggaran pendapatan dan belanja negara. Program reformasi birokrasi ini juga memakan rupiah yang tidak sedikit. Contoh saja, program remunerasi untuk Kejaksaan dan Kementerian Hukum dan HAM memakan Rp. 1,6 triliun.

Yang akan dinikmati sebentar lagi yang juga menggerogoti anggaran belanja negara adalah gaji ke-13 yang diberikan untuk membantu biaya masuk sekolah anak-anak PNS. Juli ini dijadwalkan telah dikreditkan ke masing-masing rekening PNS.


Negara menganggarkan sedikitnya Rp. 180,6 triliun untuk dinikmati hanya sekitar 4.598.100 PNS yang (katanya) "mengabdi" kepada masyarakat. Anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak yang dinikmati oleh sekitar 250 juta jiwa saja hanya sebesar Rp. 95,9 triliun, itupun juga dinikmati oleh para PNS. Kalau saja pemerintah bijak memangkas gaji PNS yang seharusnya bekerja dengan integritas pelayanan tinggi, setidaknya defisit anggaran pendapatan dan belanja negara 2011 sebesar Rp.115 triliun dapat sedikit berkurang.

Senin, 20 Juni 2011

Siapa dia?

Selasa, 21 Juni 2011, berlokasi di Jalan Radial, Palembang sekitar pukul 10:03 WIB, saya menemukan sepeda motor dengan nomor polisi berwarna merah yang menjadi ciri khas kendaraan milik pemerintah. Secara umum kendaraan ini telah memenuhi perlengkapannya laik jalan sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009. Kaca spion ada, nomor polisi ada, spakbor ada, pengendara menggunakan helm dan menyalakan lampu.


Tapi sepertinya tetap ada yang salah, yaitu pengendaranya. Seorang Pegawai Negeri Sipil yang mengendarainya seharusnya tidak menggunakan celana jeans dan kaos "Polo" pada saat jam kerja. Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 berhubungan dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999. Pasal 21 menyatakan bahwa PNS dalam melaksanakan tugasnya menggunakan tanda pengenal berupa seragam dan tanda pengenal lainnya. Apa seragam PNS sekarang seperti itu?

Andaikata pengendara itupun seorang PNS yang sedang tidak melaksanakan kewajibannya, tidak sepatutnya menggunakan fasilitas negara. Kode etik PNS dalam pasal 28 menyatakan bahwa PNS melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya serta memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya dan menggunakan (untuk melaksanakan tugasnya) dan memelihara barang-barang dinas dengan sebaik-baiknya. Jadi apa boleh PNS jika sedang cuti menggunakan "barang-barang dinas"?

Kalau pengendara itu adalah PNS seharusnya dia sudah dapat diberhentikan berdasarkan pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979, karena melanggar sumpah/janji yang diucapkan saat menjadi PNS yaitu "Demi Allah, saya bersumpah/berjanji Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah; bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara."

Tapi mungkin juga pengendara itu sedang diberikan perintah oleh atasannya. Motor itu akhirnya parkir di salah satu foto studio. Mungkin saja dia sedang disuruh atasannya untuk mengambil foto atasannya di sana. Kode etik juga menyatakan bahwa PNS menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri Sipil serta mentaati segala peraturan perundang-undangan, peraturan kedinasan, dan perintah-perintah atasan dengan penuh kesadaran, pengabdian, dan tanggung jawab.

Jadi bingung siapa yang tidak benar-benar tulus mengabdi untuk negara ini? Jika kita dipercaya atas perkara kecil niscaya kitapun akan dipercaya dengan perkara besar. Masalah kecil saja tidak bisa diselesaikan apalagi masalah besar "jonggos"ku

Sabtu, 18 Juni 2011

Apa kabar reserve bungee di Palembang?

Begitu melintas jembatan layang simpang Polda, tiba-tiba saya terikat ketika melintas di New Bridge Road saat menuju ke Chinatown. Di daerah Clarke Quay ada suatu wahana yang cukup padat dikunjungi orang-orang bernyali lebih. Namanya G-Max.


G-Max merupakan wahana reserve bungee yang terletak di pinggir Singapore River. Terdengar teriakan orang-orang yang menikmati wahana sampai di bus tempat saya menumpang.

Dulu Reserve Bungee sempat terlihat di Palembang melalui promosinya di surat kabar lokal. Lokasinya dulu di Jalan Veteran tepatnya di belakang food court PUJASERA. Memang saya belum mencobanya sampai saat ini. Tidak tahu bagaimana kelangsungan wahana ini di Palembang. Jika wahana ini dipindahkan ke kolam retensi POLDA Palembang, saya rasa dapat menyaingi G-Max di Singapura. Jika kita melintas di atas jembatan layang simpang POLDA pasti kita dapat menyaksikan ekspresi penikmat wahana ekstrem.

Letak simpang POLDA sangat strategis. Banyak jurusan kendaraan umum yang dapat berhenti dekat dengan lokasinya. Bus Kota jurusan Perumnas, Bukit Besar, dan Km. 12, angkutan kota jurusan Perumnas, Musi 2, Pakjo, Talang Betutu dan Trans Musi masih dalam jangkuan kolam retensi simpang POLDA. Jika menggunakan kendaraan pribadi hendaknya dapat menggunakan lahan Badan Penanaman Modal Daerah untuk tempat parkir. Selain tidak mengganggu lalu lintas simpang POLDA, penggunaan parkir di lahan tersebut dapat meningkatkan pendapatan retribusi parkir dengan menggunakan karcis parkir resmi yang resmi.

Karena setiap saya parkir selain di area pusat perbelanjaan saya tidak pernah mendapatkan karcis parkir. Uang yang saya bayarkan tidak tahu ke mana karena pertanggung jawabannya tidak pernah diserahkan ke saya selaku wajib pajak.

Jika memang lokasi kolam retesi simpang POLDA dirasa tidak cukup, tentunya wahana reserve bungee dari PUJASERA dapat ditempatkan di Benteng Kuto Besak (BKB) agar BKB benar-benar dapat menjadi pusat kebudayaan dan pariwisata Palembang.

Sangat disayangkan jika wahana yang mahal ini didatangkan oleh investor dengan biaya yang tidak murah hanya menjadi besi bekas. Perlu dukungan pemerintah juga khususnya lokasi untuk meningkatkan Palembang menjadi magnet buat siapa saja.

Jumat, 17 Juni 2011

Wacana Macet

Cara mengurai kemacetan seperti tidak ada solusinya sampai saat ini. Meskipun para "jonggos" kita sudah berguru keluar negeri bahkan ke benua lain tetap saja tidak dapat mengurai kemacetan di Ibukota Negara kita.

Banyak wacana yang disampaikan tapi tidak satupun yang diterapkan. Mulai dari pengaturan bahan bakar minyak subsidi dan non-subsidi. Proyek berskala nasional ini cuma sebatas wacana. Ancaman popularitas membuat proyek yang ini hanya sebatas wacana. Rakyat yang mayoritas menikmati program subsidi sejak zaman orde baru tetap ingin terus memberati keuangan negara. Subsidi bahan bakar sedikitnya menggerogoti Rp. 95,9 triliun dari pendapatan domestik bruto negara yang (katanya) kita cintai. Dengan dana sebesar itu kita dapat membangun sistem Line Rapit Transit seperti di Kuala Lumpur sepanjang 484 kilometer.


Setelah hilang dari berita, dimunculkan lagi pelaksanakan Electronic Road Pricing (ERP) seperti yang diterapkan Singapura. Sistem yang memanfaatkan kecanggihan teknologi ini. Sistem ini sama halnya dengan jalan tol tapi ini semuanya serba otomatis. Setiap jalan yang ditetapkan sebagai jalan ERP dipasangi dengan sensor yang akan menangkap sinyal yang dipancarkan oleh setiap mobil yang melintas di jalan tersebut. Tapi orang Inonesia itu licik dan gagap teknologi jadi pemancar sinyal yang dipasang di tiap mobil akan pasti akan dilepas dan dianggap membuat mobil tidak optimal. Alhasil alat penangkap sinyal akan sia-sia. Kalaupun dilaksanakan dengan sistem manual (dicatat oleh petugas) tentunya sudah bisa ditebak. "Kebocoran" sana sini.

Lalu yang terbaru digadangkan kembali setelah dirasa sistem ERP ini banyak kelemahannya, yaitu sistem pemberlakukan nomor polisi genap ganjil. Nomor polisi genap atau ganjil diperkenankan melintas pada hari dan waktu tertentu. Program ini diproyeksi dapat mengurai kemacetan sampai 50% dengan catatan benar-benar diterapkan. Jika tidak diterapkan dengan baik maka Jakarta akan tetap menyabet juara dalam ketidakbahagiaan pengguna jalan menurut Journey Experience Index Frost & Sullivan.

Setidaknya tidak perlu mengeluarkan dana besar ke benua Amerika hanya untuk menghadirkan sistem yang tidak dapat mengurai kemacetan. Belajar saja ke Kuala Lumpur dan Singapura yang tingkat pengguna kendaraannya lebih nyaman dibanding Jakarta. Kebanyakan berwacana membuat pengguna kendaraan tambah lama tidak nyamannya. Seharusnya kita sebagai rakyat dibuat nyaman oleh pelayanan "jonggos" kita. Betul?

Rabu, 15 Juni 2011

Jakarta peringkat 15 di Asia

Tanggal 08 Juni 2011, ECA Internasional mengeluarkan data kota dengan biaya hidup termahal di di Asia. Kota dengan biaya hidup termahal di Asia dan dunia tahun 2011 dipegang oleh Tokyo. Jepang meletakkan 3 kota lain dan Korea Selatan meletakkan 1 kota lain dalam 5 besar kota berbiaya hidup tinggi di Asia. Menyusul Tokyo berturut-turut dalam 5 besar Asia adalah Nagoya, Yokohama, Kobe dan Seoul.

Indonesia menempatkan 3 kotanya dalam daftar tersebut, yaitu Jakarta di urutan ke 15, Surabaya di urutan ke 31 dan Balikpapan di urutan ke 34. Memang Jakarta lebih murah biaya hidupnya dibandingkan Singapura yang bercokol di peringkat 6 Asia, tapi lebih mahal dibandingkan dengan Bangkok di posisi ke-17. Surabaya yang hanya berstatus ibukota propinsi, biaya hidupnya lebih mahal daripada Ibukota Negara Malaysia (Kuala Lumpur) di posisi 31 dan Filipina (Manila) di posisi 35.

Data yang dipergunakan ECA Internasional untuk survei yang dilakukan setiap tahunnya pada bulan Maret dan September ini adalah harga bahan makanan (produk susu, daging, ikan, buah dan sayuran segar, minuman, rokok), Pakaian, dan barang-barang elektronik tanpa memperhitungkan biaya perumahan, bulanan (listrik, gas, air), sekolah, dan pembelian mobil. Perbandingan biaya hidup dan penerimaan ini, menurut ECA Internasional digunakan untuk mencerminkan gaya hidup dan tingkat efisensi belanja perkotaan tersebut.

Menurut lembaga yang berkantor di London, Hongkong, New York dan Sydney ini, data yang mereka olah dipengaruhi oleh penguatan mata uang, tingkat inflasi dan harga komoditas di masing-masing negara. Tingkat inflasi di Asia yang cukup tinggi yang disumbang oleh Bangladesh (7%), Vietnam (6,2%), Indonesia (5,8%) dan Hong Kong (5,5%) telah signifikan mempengaruhi indikator inflasi. Pergerakan mata uang yang memiliki pengaruh terbesar pada peringkat Asia disumbang oleh dolar Singapura, ringgit Malaysia dan tugrik Mongolia.

Kalau ada lagu yang menyatakan "... Siapa Suruh datang Jakarta ..." seharusnya ada lagu lagi yang menyatakan "... siapa suruh datang juga ke Surabaya dan Balikpapan...".

Selasa, 14 Juni 2011

(Semoga Suka) Listrik Prabayar

Listrik Prabayar memang masih asing di telinga orang Palembang. Maklum program dari PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PT. PLN) ini, di Palembang, baru dinikmati oleh penghuni rumah susun sewa di Jalan Letnan Kasnarianyah. Program ini sendiri resmi diluncurkan pada tanggal 17 Juni 2011.



Tapi apa itu listrik prabayar? Listrik prabayar itu seperti layanan jaringan telepon selular prabayar. Kita membeli dahulu pulsa listrik untuk kita gunakan dengan memanfaatkan anjungan tunai mandiri, salah satunya bank OCBC NISP, dan kantor PT. PLN. Pulsa listrik yang dibeli berdonasi terendah Rp. 20,000.00 dan maksimal sebesar Rp. 1,000,000.00. Setelah kita memasukkan nomor pelanggan kita maka keluar kertas bukti pembelian yang tertera nomor kupon kita. Nomor kupon itu nanti dimasukkan ke meteran digital di rumah kita. Nomor kupon tidak dapat ditukar, misalnya kita membeli dengan nomor pelanggan A kemudian kupon itu dimasukkan untuk nomor pelanggan B. Karena pada saat pengisian pulsa listrik, meteran digital akan meminta nomor PIN yang hanya dimiliki 1 meteran 1 nomor. Jika 5x kita salah memasukkan PIN kita maka meteran kita akan diblokir. Pembukaan blokir hanya dapat dilakukan oleh petugas PT. PLN.

Jika sisa pulsa listrik kita tinggal Rp. 20,000.00 maka lampu pada meteran digital kita akan berkedip-kedip tanda minta diisi pulsa listrik lagi. Jika tidak diisi juga maka listrik di rumah kita akan padam. Pulsa listrik yang kita beli tidak memiliki jangka waktu seperti pulsa telepon selular. Selama tidak dipergunakan maka pulsa listrik tersebut akan tetap tersimpan.

Kalau dilihat secara sepintas, sedikit banyak keuntungan yang didapat dengan listrik prabayar ini:
  1. Listrik Prabayar tidak mengenakan abodemen bulanan seperti listrik pascabayar selama ini dan tidak ada denda selama tidak melakukan pengisian pulsa listrik. Pengeluaran jadi sedikit hemat. Jika rumah kita tidak kita tempati dalam waktu lama, kita tidak perlu mengeluarkan biaya abodemen dan jangan takut meteran dicabut karena menunggak tagihan.
  2. Terhindar dari kelebihan pembayaran oleh karena kesalahan pencatatan meteran oleh petugas. Sering dijumpai petugas meteran tidak mencatat dengan benar angka meteran yang membuat kita membayar lebih atas listrik yang tidak kita pergunakan pada bulan yang sama. Pengembalian kelebihan dilakukan dengan merestitusi tagihan bulan berikutnya. Padahal kelebihan tersebut dapat dipergunakan untuk membiayai kebutuhan lain.
  3. Terhindar dari kejahatan yang mengatasnamakan petugas meteran. Ada teman kantor saya yang rumahnya dibobol maling yang berkedok petugas meteran yang hendak melakukan pencatatan meteran.
  4. Jika rumah kita disewakan maka kita akan terhindar dari kelakukan penyewa yang tidak bertanggung jawab. Banyak kejadian penyewa yang menggunakan fasilitas kredit tanpa bertanggung jawab mendekati berakhirnya masa kontrak sewa. Dengan listrik prabayar kita yang mengkontrol pemakaian listrik penyewa. Jika tidak menyetorkan uang listrik maka penyewa tidak akan menikmati listriknya. Adil kan?
  5. Menghemat waktu dan biaya dengan membeli pulsa listrik kapan saja. Biasanya mendekati batas akhir pembayaran, kantor PT. PLN dipadati banyak pelanggan untuk menghindari denda. Waktu kita tidak terbuang dengan membeli pulsa listrik di saat melakukan penarikan tunai di anjungan tunai mandiri.
Perubahan zaman membuat pola pikir kita berubah. Kecanggihan teknologi dipergunakan manusia untuk berkegiatan yang lebih bernilai dan efisien. Tapi di sisi lain dampak dari program ini adalah banyakny petugas meteran yang kehilangan pekerjaannya. Semoga program ini membuat semuanya lebih baik. Ayo ke PT. PLN untuk mendukung lisrik prabayar tapi bagi Anda yang memiliki daya 4400 watt dan menggunakan lebih dari 3 MCB harus menunda ke kantor PT. PLN. Ke depannya program ini akan terus berkembang bagi semua pelanggan dan meninggalkan sistem pasca bayar yang kurang efisien.

Minggu, 12 Juni 2011

Kebakaran Hari ini


Senin, 13 Juni 2011, berlokasi di Jalan Radial, Palembang, kode pos 30134. Terlah terjadi kebakaran yang menghanguskan puluhan rumah semi permanen. Sekitar pukul 08:00 WIB tampak api sudah padam. Hanya terlihat sedikit asap sisa kebakaran yang belum diketahui kapan terjadinya dan apa penyebabnya. Jalanan di depan kantor Sriwijaya Air tampak sedikit macet karena banyak korban yang meletakkan barang-barang mereka yang terselamatkan di pinggir jalan. Baju-baju dan lemari plastik berhamburan di pinggir jalan sehingga sedikit menghambat laju kendaraan ditambah lagi warga dan pengendara yang hendak menyaksikan sisa-sisa kebakaran.
Kebakaran yang terjadi di sebelah ruko CAR Insurance di Jalan Radial tampaknya hanya menghanguskan dan meratakan rumah-rumah semi permanen. Tidak tampak mobil pemadam kebakaran. Apakah sudah pulang atau memang tidak datang karena Palembang pagi ini diguyur hujan cukup deras. Tampak 4 orang berpakaian pertahanan sipil warna hijau yang bergegas berjalan menuju lokasi kebakaran dengan raut wajah yang cukup tegang. Apakah memang sebagai abdi masyarakat peduli dan turut sedih dengan penderitaan warganya atau ada sanak keluarga yang menjadi korban
Lokasi ini biasanya banyak pedagang bensin eceran illegal yang menjajakan bensin seharga Rp. 10,000.00 untuk 1,5 liter. Mungkin hari ini tidak ada lagi pedagang bensin illegal itu karena ikut terbakar. Kebakaran ini rasa juga sedikit menekan angka penjualan bensin illegal di Palembang.

Kamis, 09 Juni 2011

Mau dibawa ke mana (Indonesiaku)?

Global Competitiveness Index (CGI) menempatkan daya saing Indonesia pada urutan ke 44 dari 139 negara. Peringkat ini lebih baik dari anggota G20 (gerakan negara-negara yang memiliki perekonomian besar/utama di dunia), lainnya seperti India, Afrika Selatan, Brasil dan Rusia, yang masing-masing berada di peringkat 51, 54, 59 dan 63. Peringkat Indonesia malah tidak lebih baik dari negara ASEAN lainnya yang tidak tergabung dalam G20, yaitu Malaysia di peringkat 27 dan Singapura di peringkat 3.

Indikator yang dugunakan CGI untuk memeringkat 139 negara itu adalah lembaga (birokrasi), infrastruktur, kesehatan lingkungan, ekonomi makro dan pendidikan dan pelatihan dasar, efisiensi pasar yang baik, efisiensi pasar tenaga kerja, pengembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi kesiapan, ukuran pasar, kecanggihan bisnis dan inovasi

Jika melihat indikator tersebut sepertinya Indonesia hanya mengandalkan ukuran pasar dan ekonomi makro. Dengan jumlah penduduk yang mendekati angka 250 juta jiwa tentunya Indonesia adalah ukuran pasar yang besar. Ukuran pasar yang besar berimbas juga pada ekonomi makro yang besar pula. Hal ini tercermin dari pendapatan domestik bruto (PDB) yang mencapai USD. 750 milyar. Selebihnya Indonesia masih perlu banyak perbaikan.

Keberhasilan Indonesia menyabet peringkat 111 dari 180 negara terkorupsi di dunia menurut Political & Economic Risk Consultancy (PERC) menjadi faktor pengurang dalam hal daya saing kita. Malaysia (56) dan Singapura (3) jauh lebih baik dari segi birokrasi yang bersih. Sudah rahasia umum jika berurusan dengan pemerintah kita harus menyiapkan biaya tambahan di luar apa yang tertulis.

Mengenai infrastruktur, saya ada sedikit cerita dari teman saya yang baru pertama kali berkunjung ke Singapura. Selama di Singapura kami memanfaatkan jasa bus pariwisata dan bus sepertinya tidak terhambat jalannya oleh karena lubang. Begitu tiba kembali ke Indonesia melalui Batam, kami juga dijemput oleh bus menuju tempat peristirahatan kami. Bus sering menghindari lubang bahkan harus masuk lubang jika tidak ada celah untuk menghindar. Teman saya itu berkata "Saya kira masih di Singapura, ternyata kita sudah di Indonesia." Saya balas dengan pertanyaan "Memangnya kenapa?" Jawab beliau "Nih busnya tidak lancar karena banyak lubang"

Dari kesehatan lingkungan juga bisa terlihat bagaimana Indonesia jauh tertinggal dari tetangga dekatnya. Jika berjalan di Orchard Road (Singapura) atau sedikit bermain di sekitar Dataran Merdeka (Kuala Lumpur) pasti kita bisa menemukan burung-burung yang bermain sampai ke tanah. Burung pun merasa bahwa kota ini dapat menjadi tempatnya.

Pendidikan dan pelatihan dasar, orang-orang Indonesia tidak terlalu terampil sehingga bekerja pun tidak bisa maksimal. Negara-negera pengimpor pembantu rumah tangga lebih senang menggunakan jasa tenaga kerja dari Filipina ketimbang Indonesia. Kenapa? karena orang Filipina mahir berbahasa Inggris. Para majikan tidak perlu bersusah payah mengajari mereka menggunakan alat elektronik karena pembantu itu dapat mempelajarinya sendiri dari buku panduannya berbahasa Inggris. Ada cerita juga dari pemandu wisata saya sewaktu berkunjung ke Malaysia tahun 2007. Ibu berjilbab itu bercerita kalau lebih senang anaknya bersekolah di sekolah cina yang berbiaya tinggi daripada sekolah negeri yang lebih murah. Di sekolah negeri anaknya hanya mendapatkan menguasi 2 bahasa (Inggris dan Melayu) sedangkan di sana ada tambahan bahasa cina yang sudah menjadi bahasa internasional. Jadi pangsa lapangan kerja anaknya pun lebih luas menurut wanita yang katanya pulang ke daerah Sunway.

Berbicara inovasi dan kecanggihan teknologi juga bisa dilihat siapa yang lebih baik. Lihat saja bagaimana mudahnya menjangkau Kuala Lumpur International Airport (KLIA) dan Low Cost Carrier Terminal (LCCT) dengan menggunakan bus, taksi dan Line Rapid Transit (LRT). Bandingkan jika kita hendak ke bandara Soekarno Hatta. Mesti mempertimbangkan macet dan banjir. Kecanggihan teknologi dapat membantu meningkatkan peluang bisnis yang baik.

Bagaimana produk kita dapat bersaing jika biaya produksi tinggi. Birokrasi menuntut biaya di luar ketentuan. Proses produksi dikerjakan tenaga kerja yang hanya menuntut hak lebih tanpa mengerti keadaan. Distribusi barang memerlukan biaya tambahan karena jalan rusak. Sistem yang masih tradisional yang tidak efisien dan efektif juga dapat membengkak biaya produksi.

Untung saja Malaysia dan Singapura memiliki penduduk dan luas yang lebih kecil daripada Indonesia. Jika sama saja, mau ke mana Indonesiaku

Rabu, 08 Juni 2011

Untuk Penderita Osteoartritis

Menurut Wikipedia, Osteoartritis adalah ...

Tambahan penyebabnya ada di Video di bawah ini:

Buat wanita di bawah 45 tahun, jaga berat badan sesuai dengan berat proporsional dan hindari aktivitas yang berlebihan.

Selasa, 07 Juni 2011

Percaya dengan Data KTP?

Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah bukti diri atau identitas kita yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan. Mau buka rekening di bank butuh KTP. Mau buat surat izin mengemudi butuh KTP. Mau buat paspor butuh KTP. Kenapa KTP? karena KTP memuat berbagai macam informasi yang diperlukan untuk mengenal seseorang secara hukum.
Proses administrasi pembuatan sebagai bukti diri yang otentik tidak dilaksanakan dengan prinsip-prinsip hukum. Data yang tertera pun tidak disandarkan pada bukti hukum yang pasti. Nama dan Kelahiran dicerminkan secara otentik dari Akta Kelahiran. Status Kewarganegaraan dan Perkawinan disuratkan secara otentik oleh Akta Perkawinan atau Surat Nikah. Pekerjaan oleh surat keterangan kerja atau perizinan usaha. Data pendukung yang tidak tersedia mengakibatkan data KTP tidak semuanya akurat.
Apa akibatnya jika seseorang dapat memiliki banyak KTP dengan nama yang berbeda meskipun secara de facto adalah orang yang sama? Penyalahgunaan. Jangan heran jika di berita sering mendengar si A alias si B alias si C. Tidak pasti siapa sebenarnya orang yang dimaksud karena identitasnya tidak akurat/pasti.
Dengan KTP yang banyak orang juga dapat membuat Kartu Kredit lain meskipun telah masuk daftar hitam Bank Indonesia. Si "A" kelahiran "A" alamat "A" berdasarkan KTP "A" yang telah memiliki catatan buruk di Bank A tetap dapat dapat menikmati fasilitas perbankan di Bank "B" dengan mengunakan KTP "B" dengan nama, kelahiran dan alamat "B". Padahal "A" dan "B" merupakan subjek hukum yang sama.
Sesama "abdi" masyarakat pun tidak percaya atas keotentikan KTP. Saya pernah membaca berita tentang razia penyakit masyarakat yang biasa dilakukan menjelang hari raya keagamaan tertentu. Saat razia, petugas meminta surat nikah atau akta perkawinan karena data di KTP tentang status perkawinan tidak dapat dipercaya. Saya pun sering memproses dokumen legalitas yang mendapatkan tidak memiliki surat nikah atau perkawinan meskipun di Kartu Keluarga maupun KTP tertulis "menikah".
Maklum juga jika semuanya serba tidak akurat karena petugas-petugas tidak semuanya mengerti hukum. Padahal mereka bekerja dan mengabdi kepada negara yang berdasarkan hukum menurut Undang-undang Dasarnya. Jika suatu notaris yang baik hendak membuat dokumen hukum banyak permintaannya. Tapi jika petugas hendak membuat dokumen hukum banyak juga "permintaannya".
Saat elektronik KTP (e-KTP) diterapakan hendaknya tidak seperti saat ini. Data e-KTP dibuat memang berdasarkan dokumen pendukung otentik, agar tertib administrasi ini dapat juga memberikan efek baik bagi dunia perbankan (ekonomi) dan hukum. Jika data yang diberikan "sampah" maka hasilnya pun "sampah".

Minggu, 05 Juni 2011

Berubahlah (Pak Polisi) Demi Semua

Dalam surat kabar lokal tertulis judul "Niat Balas Dendam : Motif Penembakan Polisi". Berita ini diturunkan karena tertangkapnya tersangka pelaku penembakan Polisi di salah satu bank di Palu, Sulawesi Tengah.

Pelaku dalam sebuah video berdurasi sekitar 7 menit menyatakan bahwa dia melakukan itu karena balas dendam. Tampak dalam video itu, tersangka memberikan testimoni dari balik jeruji besi hanya dengan mengenakan celana dalam. Tersangka mendendam karena pernah ditabrak polisi tanpa ada keadilan yang mendatanginya.

Padahal berdasarkan pasal 22 dan pasal 23 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002, setiap polisi yang diangkat wajib mengucapkan sumpa/janji untuk bekerja sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku, mengutamakan kepentingan umum dan bekerja tanpa menerima hadiah karena jabatannya. ("Demi Allah, saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tri Brata, Catur Prasatya, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah yang sah; bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab; bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan; bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan; bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya".)

Dari video itu saja, tersangka yang ditempatkan dalam ruang jeruji hanya dengan mengenakan celana dalam sudah menunjukkan bahwa dia diperlakukan secara tidak berperikemanusiaan. Padahal negara kita telah memiliki Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 2 menyatakan bahwa negara mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia yang harus dilindungi dan , dihormati demi peningkatan martabat kemanusiaan dan keadilan. Belum lagi penyiksaan yang dilakukan oleh polisi yang digunakan untuk mempercepat proses penyidikan yang bertentangan dengan pasal 33 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.

Rahasia umum juga jika polisi tidak sangat sulit mementingkan kepentingan umum daripada pribadinya. Cobalah jika Anda mengalami penyitaan untuk kepentingan penyidikan. Barang bukti berupa kendaraan kita akan digelandang ke kantor polisi. Tidak sedikit kendaraan kita akan dipergunakan oleh polisi untuk tujuan yang tidak jelas. Padahal alat bukti itu harus streril dari apapun sehingga tidak boleh dipergunakan untuk apapun selama masa penyidikan. Pernah saya mengalami kejadian bahwa jaminan fidusia yang hendak kami kuasai kembali harus ditunda karena mobil tersebut dipergunakan oleh bintang satu. Padahal sehari sebelumnya seorang perwira menengah telah memberikan lampu hijau untuk diambil dengan menyertakan fotocopy Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor dan Sertifikat Fidusia dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hari itu kami pulang dengan tangan kosong. Padahal Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia memberikan kami hak eksekutorial.

Kalau bercerita tentang tidak menerima imbalan, rasanya sangat banyak yang bisa diceritakan. Saya pernah pulang dinas dari Muara Enim (Sumatera Selatan). Ketika melintas antara Prabumulih - Inderalaya sekitar pukul 20:00an WIB. Saya melihat sekitar 3 mobil truk pengangkut kayu sedang menepi di bahu jalan. Di depan truk paling depan tampak sebuah mobil resmi polisi warna abu-abu. Baik truk maupun mobil polisi itu tidak menyalakan lampu dan berhenti. Mungkin kita harus mengedepankan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocent) dan tidak terjadi apa-apa antara mereka. Kejadian lain yang pernah saya alami juga mungkin dapat sedikit menjelaskan menerima hadiah atau tidak. Sekitar pukul 21:00an WIB, saya menunggu teman saya membeli sesuatu di suatu mini market di jalan kolonel haji burlian Palembang. Sewaktu menunggu di atas motor, saya melihat sebuah mobil resmi polisi warna abu-abu. Mobil itu berhenti dipinggir jalan dan dalam sekejap seorang pria keluar dari sebuah Panti Pijat dan Urut Tradisional (PPUT) yang letaknya tepat disebelah selatan mini market yang dihampiri teman saya. Seorang polisi yang duduk di sebelah tempat mengemudi mengeluarkan tangannya untuk mengambil sesuatu yang diberikan seorang pria yang keluar dari PPUT tersebut. Setelah menerima pemberian pria itu, mobil polisi itu melanjutkan kegiatannya dengan memasuki sebuah wisma remang-remang yang hanya berselang 1 bangunan dari tempat PPUT tersebut. Dalam hitungan menit mobil polisi itu kembali melanjutkan perjalanannya entah ke mana lagi. Apa yang diberi pria dari PPUT itu?

Sebagai seorang polisi yang bertugas menegakkan hukum dan melayani masyarakat, tidak sepatutnya melanggar sumpah/janji yang dinyatakan di hadapan Tuhan yang Maha Esa. Masyarakat punya panca indera dan pikiran untuk mencerna setiap kejadian. Masyarakat mungkin sudah muak disuguhi perbuatan polisi yang tidak mengedepan norma dan hukum demi keadilan. Kejahatan yang dibalas dengan kejahatan hanya akan menimbulkan kejahatan baru sehingga kejahatan itu tidak akan pernah selesai. Berubahlah karena "majikan" dapat marah kepada "abdi"nya. Jika "abdi"-nya tidak berulah mana mungkin "majikan"-nya marah. "Majikan" juga jika cari "abdi" carilah yang memiliki jiwa melayani bukan cuma karena kekerabatan dan berotak saja.

Pegawai Negeri Sipil (Tetangga Ibuku)

Bangun Pagi, matahari sudah bersinar terik dan awan mulai membiru. Terdengar suara ibuku sedang menyapu sesuatu di depan rumahnya. Sambil bergumam ibuku tetap beraksi dengan sapunya.

Ternyata beliau sedang membersihkan jalan depan rumahnya dari sampah-sampah bekas popok anti basah bayi dan popok bulanan wanita. Sampah-sampah itu berasal dari rumah di depan rumah ibu karena isterinya memiliki bayi yang berumur kurang dari setahun. Sampah yang dibuang di tanah kosong sebelah rumah ibu diacak-acak oleh anjing milik rumah sebelahnya yang juga di depan rumah ibu.

Pemilik anjing itu seorang nenek tua yang tidak berpendidikan dan anjing itu hanya seekor binatang yang tidak memiliki akal pikiran. Sebelah rumah pemilik anjing itu adalah seorang Pegawai Negeri Sipil yang sedang menyelesaikan gelar magisternya di universitas lokal. Isterinya seorang ibu rumah tangga dengan gelar terakhir diploma seperti yang disebutkan pada saat mereka menikah.

Ongkos kebersihan sampah itu hanya sebesar Rp. 15,000.00 (lima belas ribu Rupiah) tiap bulannya. Rasanya untuk seorang Pegawai Negeri Sipil ongkos kebersihan sekitar Rp. 500,00 (lima ratus Rupiah) sehari demi kebersihan dan keindahan bersama rasanya bukan hal yang berat.

Hal yang sama dilakukan juga dilakukan oleh rumah di belakang rumah ibuku. Sampah kecil seperti bungkus sabun, botol plastik dan sebagainya dibuang ke saluran air kotor di depan rumahnya sedangkan sampah besar dibuangnya ke tanah kosong di belakang rumahnya. Sewaktu hujan rumahnya kebanjiran, padahal pemilik rumah itu seorang kontraktor beristerikan seorang Pegawai Negeri Sipil dengan jabatan kepala sekolah dasar negeri di daerah.

Berselang 2 rumah dari rumah ibuku, terdapat rumah seorang Pegawai Negeri Sipil juga yang berdinas di Dinas Kesehatan di daerah. Isterinya seorang ibu rumah tangga yang suka membuang sampah di tanah kosong di sebelah rumah ibu. Memang rumahnya tidak terkena banjir karena kontur rumahnya di tanjakan.


Berita yang sering didengar adalah gaji Pegawai Negeri Sipil selalu dinaikan tiap tahunnya dan bahkan ada yang diberikan renumerasi tapi Rp. 15,000.00 seperti sangat berat dikeluarkan dari kantong. Apakah karena gaji pelayan masyarakat itu katanya terlalu kecil atau memang tabiat mereka yang tidak ada rasa memiliki kebersihan lingkungkan bersama.

Indonesia... Indonesia... siapa yang peduli dengan keindahan dan kebersihanmu? "jonggos"mu saja tidak

Rabu, 01 Juni 2011

Police Officer @ Simpang Sekip Traffic Light

A morning at the traffic light around the intersection of Sekip Ujung. When I was about to go to my office, my motorcycle pace stopped because of red light. In front of my bike, stopped a green scooter ride by a stocky young man. The young man was accosted by a policeman with the words "catur" in his left arm. Without giving salute to the young man, the police had requested driver's license and vehicle registration to the rider. There is also a scooter around the green one that also asked for his driver's license and vehicle registration by the same policeman.
I pay attention the situation, it happens to the riders because they were not complete their bike with a pair of rear-view mirrors. They just put a rear-view mirror only.

According to Article 285 of Law of the Republic of Indonesia Number 22/2009 on Road Traffic and Transportation, driving a motorcycle without using rear-view mirrors will be subject to 1 month imprisonment or a fine of IDR 250, 000.00. maximally.

Both riders were just installed a rear-view mirror and are referred to article 48 only the rear-view mirror. But they are still herded into the police station.

Maybe if I use 3 mirrors, the policeman would be arrested me as well because in the mindset of the police motorcycle rear-view mirror should be 2.
Now who's the crime? the policeman, the riders or legislature that does not make clear the rules with?