Rabu, 01 April 2009

Toleransi Kemacetan

Indonesia merah darahku...
Putih tulangku...
Semangat dan patrionisme Gombloh patut diacungi jempol dan rasanya tidak hanya Gombloh yang memiliki semangat dan jiwa patriotisme. Setiap warga negara (yang baik) tentunya juga memiliki hal yang sama tapi semangat dan jiwa itu adanya menjelang 17 Agustus saja atau setidaknya diperbesar sedikit, bulan Agustus. Selain Agustus kita tidak tahu ke mana jiwa dan semangat itu, ditaruh di kulkas kali selama 11 bulan, membeku dan dingin.
Sewaktu kecil, saya diwajibkan hafal Pancasila bahkan 36 butirnya juga masuk dalam ulangan PMP (Pendidikan Moral Pancasila [bukan posisi menentukan prestasi]). Sekarang memang sudah lupa apa saja butir-butir tersebut. Setidaknya saya diajarkan tentang toleransi kepada siapapun.



Toleransi orang cuilik untuk orang gede dengan memberikan jalan kepada para pejabat atau tamu negara. Pertama yang ada di benak saya adalah kecelakaan lalu lintas karena mendadak macet. Sepertinya satu nyawa dalam genggaman maut. Tapi sudah sekitar 20 menit tidak ada terdengar suara ambulan. Ternyata di kejauhan terlihat seorang polisi menahan laju kelancaran jalan tol dengan motor pribadinya. Klakson sana klakson sini, hujan terus membasahi bumi dan macet bertambah panjang. Di sisi kanan bus airport jurusan Gambir terlihat iring-iringan pejabat. Mungkin saja di kemacetan itu ada seorang ibu yang mau melahirkan atau seorang tua yang hendak bergegas ke rumah sakit. Pikir punya pikir lewat jalan tol bisa bebas hambatan dan tidak akan diganggu oleh ihwal genting memaksa untuk menjalankan tugas negara.
Kalau pejabatnya cuma mau ke hotel atau kebelet pipis rasanya kurang bijak jika harus mengorbankan rakyat. Kalau ada bom yang meledak atau tragedi seperti Situ Gintung, rasa itu yang di katakan ihwal genting memaksa dan rakyat bisa toleransi lah.
Mungkin ini juga yang menyebabkan Jakarta selalu macet. Bayangkan ada berapa menteri , berapa duta besar, berapa pejabat DKI yang berkantor di Jakarta. Semuanya harus diberikan jalan dan wajar saja kenapa macet tidak bisa diselesaikan karena pejabat-pejabatnya tidak pernah merasakan yang namanya macet. Selalu ada jalan bagi mereka-mereka yang katanya paling bisa mengurus negeri ini.